Kamis, 23 Juni 2011

AURANGZEB ALAMGIR

>

Abul Muzaffar Muhy-ud-Din Muhammad Aurangzeb Alamgir (4 November 1618-20 Februari 1707), lebih dikenal sebagai Aurangzeb atau gelar kaisarnya Alamgir (artinya : Penakluk Jagad) merupakan Kaisar Mughal keenam yang memerintah dari tahun 1658 sampai wafatnya pada tahun 1707.

Beliau merupakan Kaisar Mughal yang terbesar diantara orang-orang Mughal yang menguasai anak benua India. Dia berjuang sepanjang hidupnya untuk meluruskan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh buyutnya yang murtad serta penuh nafsu yakni, Akbar Khan dan kakeknya yang gemar makan enak, Jahangir.
Akbar Khan, yang buta huruf, yang oleh sejarawan non Muslim disebut “Akbar The Great”, diperbudak oleh nafsunya akan perempuan-perempuan Rajput, dan bahkan dengan lancang mendirikan sebuah agama baru “Deen E Elahi”, Ia hanya mendapatkan sedikit pengikut  saja selama hidupnya dan agama itu mati begitu dia meninggal. Masa pemerintahannya yang lama benar-benar merupakan petaka besar bagi cita-cita islam di anak benua ini. Dia menekan kaum muslim dan menganakemaskan orang hindu. Orang hindu yang akhirnya kuat membangkang pada masa Aurangzeb dan merupakan penyebab runtuhnya Jahangir, yang gemar mengumbar hawa nafsu dan menyerahkan urusan negaranya kepada permaisurinya Noor Jahan. Shah Jahan, ayah Aurangseb, mencoba menerapkan pola-pola Islam dalam pemerintahannya dan lembaga-lembaga negaranya, tapi dia lebih tertarik untuk mendirikan bangunan-bangunan hebat seperti Taj Mahal, Mesjid Mutiara, Mesjid Juma dan Benteng Merah di Delhi. Dia dikenal sebagai pelopor terbesar bangunan-bangunan hebat dalam sejarah.
Tugas menegakkan hukum Islam yang benar jatuh pada pundak Aurangseb yang kuat, yang melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang Kaisar dengan keberanian dan keteguhan luar biasa. Tugas yang dihadapinya begitu menumpuk untuk menumpas kekuatan-kekuatan jahat, karena Akbar dan Jahangir tidak berpandangan jauh ke depan sehingga telah membuat kekuatan-kekuatan jahat itu menjadi semakin besar. Ketika dia meninggal, Kekaisaran Mughal telah terbentang sampai batas paling jauh. Dia telah menegakkannya diatas dasar yang lebih teguh. Namun kalau saja para penggantinya tidak  lemah, maka kekuasaan Muslim di India tidak akan tercatat seperti sekarang ini.
Muhammad Muhiudin Aurangzeb, putra ketiga Kaisar Mughal Shah Jahan dilahirkan di Dhud, 4 November 1618. Ibunya bernama Mumtaz Mahal (Arjumand Banu Begum). Sifatnya yang saleh sudah tampak ketika Aurangzeb masih muda, yang selalu berusaha menekan perasaan atau gejolak dibatinnya atas kecendrungan-kecendrungan nafsu berfoya-foya seperti yang dimiliki oleh kakeknya, Jahangir.
Setelah sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh ayahnya  gagal, sebagian masa kecil Aurangzeb dihabiskan sebagai tahanan rumah di istana kakeknya, Jahangir. Muhammad Saleh Kamboh Salafi adalah salah satu gurunya waktu masih kanak-kanak.
Setelah wafatnya Jahangir pada tahun 1627,  Aurangzeb kembali berkumpul dengan orang tuanya. Kepadanya diberikan pendidikan yang mendalam mengenai keagamaan dan keduniawian, ilmu pemerintahan dan berbagai latihan kemiliteran. Pada usianya yang masih muda, Ia telah membuktikan dirinya sebagai pemilik tahta Mughal yang paling cakap dan mempunyai masa depan yang cemerlang. Suatu saat Aurangzeb muda bersama-sama sang ayah, beberapa saudara laki-lakinya dan banyak tokoh negara menyaksikan adu gajah di Benteng. Salah satu gajah mengamuk dan lari menuju penonton. Sang raja, Permaisuri, dan para tamu lain berlarian menyelamatkan diri. Tapi Aurangzeb tetap ditempatnya meskipun diteriaki agar lari. Gajah itu lalu menyerang Aurangzeb yang sendirian dan berusaha mengangkat dengan belalainya. Pada saat itu sang pangeran mencabut pedangnya dan menyabet dengan kuat belalai gajah itu. Karena merasa kesakitan, gajah itu berbalik lalu lari.
Shah Jahan betul-betul senang menyaksikan keberanian Aurangzeb, dan sebagai tanda syukur, sang raja membagi-bagikan uang emas kepada kaum miskin.
Sebagaimana Kaisar-Kaisar lainnya, Shah Jahan memberikan kekuasaan kepada anak-anaknya. Aurangzeb mendapat tugas memimpin ekspedisi militer ke Dekkan(1634). Karena sukses, pada tahun 1636, Aurangzeb diangkat Subahdar (wakil raja) Dekkan termasuk Khandesh, Berer, Telangana, dan Daulatabad dengan 64 benteng. Dia mengalahkan pemimpin Mahratta, Shahji Bhonsla yang menyerahkan diri pada tahun 1636. Pada masa ini ia mulai membangun kota baru dekat ibu kotanya yang lama Khirki yang kemudiaan ia namakan Aurangabad. Pada tahun 1637, Ia menikahi Rabia Durrani. Selama periode ini, keadaan Dekkan relatif aman. Namun diistana Mughal, Shah Jahan mulai menunjukan bahwa ia lebih menyukai dan menganakemaskan putra tertuanya Dara Shikuh.
Pada tahun 1644, adik perempuan Aurangzeb, Jahanara Begum mendapat  kecelakaan kebakaran di Agra. Kejadian ini mengawali krisis dalam keluarga tersebut yang memiliki konsekuensi politik. Ayahnya tidak senang kepada Aurangzeb kerena baru kembali ke Agra tiga minggu setelah kejadian itu,  bukannya segera datang. Shah Jahan memecatnya sebagai gubernur Dekkan. Namun Aurangzeb kelak menyatakan (1654) bahwa ia mengundurkan diri sebagai protes dari ayahnya yang lebih memihak Dara.

Pada tahun 1645, Ia dilarang keluar dari Istana selama 7 bulan. Tetapi kemudian Shah Jahan mengangkatnya sebagai gubernur Gujarat dimana ia berhasil menindas kedurjanaan dan perampokan-perampokan dengan kekuasaannya yang tegas selama dua tahun. Keberhasilan Aurangzeb sebagai Kepala pemerintahan dan pangglima benar-benar diakui oleh sang Kaisar sehingga ia diberi tugas untuk memimpin ekspedisi-ekspedisi militer yang sulit di Balkh dan Badakshan pada tahun 1647 (sekarang Afghanistan dan Tajikistan), menggantikan adiknya yang tidak cakap, Murad Baksh. Dalam suatu perang dahsyat menghadapi pasukan berkuda bangsa Uzbek pimpinan Abdul Aziz di Balkh itu pasukan Mughal berkali-kali melancarkan serangan, namun bisa dimentahkan orang-orang Uzbek yang perkasa. Aurangzeb yang lagi memimpin serbuan dengan mendadak turun dari kudanya pada saat matahari terbenam untuk melakukan sholat magrib. Orang-orang Uzbek yang dikejutkan oleh keberanian pangeran Mughal ini menghentikan gerakan mereka. Komandan mereka berteriak :”Dia adalah seorang saleh. Kami tak bisa berperang melawan orang yang begitu berani dan beribadah”, dan mereka mengundurkan diri dari pertempuran.
Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menunaikan tugas ditengah situasi yang sangat berbahaya, akhirnya dia ditunjuk sebagai gubernur Multan dan Sindh, Maret 1648. Dari sini ia mulai melakukan serangan militer berkepanjangan terhadap tentara Safawi dalam upayanya merebut kota Kandahar. Ia gagal, sehingga ayahnya tidak menyenanginya lagi.
Sekali lagi ia diberi tugas yang paling berat di kekaisaran ketika dia menjabat wakil raja di Dekkan untuk kedua kalinya pada Januari 1653. Ketika itu keadaan provinsi terluas ini menyedihkan karena ditelantarkan oleh gubernur-gubernur dan aparat pemerintahan yang ber aji mumpung sepeninggalnya Aurangzeb menduduki jabatan barunya di Gujarat. Rakyatnya memelas. Banyak tanah dibiarkan, hutan tidak digarap, desa ditinggalkan penduduknya dan pungutan pajak sewenang-wenang.
Pangeran muda itu mencurahkan perhatiannya untuk memperbaiki administrasi provinsi. Tanah-tanah disurvey kembali dan digolong-golongkan menurut tingkatan kesuburannya. Ia yakin bahwa manajemen yang efisien mampu menaikan produktivitas.
Sisi lain, Aurangzeb bermaksud menaklukan Negara tetangganya, Golkanda (1657), yang diperintah secara buruk. Sejumlah besar pegawai yang beragama hindu berkomplot dengan para perampok Mahratta melawan kekuasaan Mughal. Akan tetapi dia dihalang-halangi oleh Kaisar Shah Jahan yang secara sistematis telah di’racuni’ anaknya yang tertua, Dara serta penasihat-penasihatnya.
Hal yang sama terjadi tatkala Aurangzeb menyerang kerajaan Bijapur(1658), yang kebetulan penguasanya adalah teman pangeran Dara. Kala itu, Aurangzeb telah menduduki Bihar dan Kalyani, tapi selanjutnya dilarang untuk meneruskan usahanya oleh Shah Jahan, atas desakan Dara.
Perang Tahta
Shah Jahan jatuh sakit pada tahun 1657. Atas kabar ini, Perang suksesi pun dimulai. Dara, anak tertua, karena berada di Istana, memiliki banyak hak istimewa kerajaan. Dia betul-betul murid buyutnya, Akbar Khan, yang lebih cenderung ke agama hindu dan muak terhadap kaum muslim. Sementara Shah Jahan, yang lebih tertarik untuk mendirikan bangunan-bangunan hebat ketimbang yang lain, berada dibawah pengaruh jahat Dara. Shuja, anak kedua, gubernur Bengal adalah tukang makan seperti kakeknya, Jahangir. Murad putra keempat, gubernur Gujarat tidak lebih baik. Baik Shuja maupun Murad menyatakan kemerdekaan daerah mereka masing-masing dan juga menyuruh agar namanya dibacakan di Kutbah Jumat. Mereka mengumpulkan harta diprovinsi masing-masing.
Aurangzeb, putra ketiga dan yang paling cakap, lebih suka duduk dipinggir pagar melihat perkembangan ketiga saudaranya yang bergerak maju ke Agra. Akhirnya, Aurangzeb berpihak kepada Murad  dan bersama mengalahkan tentara kerajaan dibawah pimpinan pangglima Rajput Jaswant Singh dalam pertempuran di Dharamatpur dekat Ujjain, pada April 1658. Aurangzeb dan Murad terus maju ke Agra. Dara, yang bangga dengan kekuatan militernya, keluar dari Agra diiringi satu lakh (10 ribu) pasukan berkuda dan 20 ribu pasukan infanteri untuk menghalangi jalan kedua saudaranya. Pertempuran sengit berkobar di Samugarh, 5 Juni 1658, dimana pasukan kerajaan pimpinan Dara dikalahkan dengan kerugian yang besar, dan sang pemimpin sendiri lari meninggalkan medan guna menyelamatkan diri.
Karena sifatnya yang suka mabuk-mabukan, Aurangzeb menangkap saudaranya, Murad dan memenjarakannya di Gwalior. (Kelak, pada tahun 1661, ia dieksekusi, atas dakwaan pembunuhan mantan divan nya Ali Naqi).
  Sementara Dara mengumpulkan pasukannya, dan bergerak ke Punjab. Tentara Mughal yang dikirim menghadapi Shuja terjebak di timur, jenderalnya, Jai Singh dan Diler Khan, menyerah kepada Aurangzeb, tetapi mengijinkan putra Dara, Sulaiman Soh untuk melarikan diri. Aurangzeb menawarkan Shuja untuk menjadi gubernur Bengal. Langkah ini membuat Dara terisolasi dan menyebabkan banyak tentaranya membelot ke Aurangzeb. Namun, Shuja, yang meragukan ketulusan Aurangzeb, melanjutkan memerangi saudaranya itu. Shuja dihadapi oleh pangglimanya Aurangzeb yang terkenal, Mir Jumla di Khajna dekat Fatehpur. Shuja dikalahkan dan dikejar terus sampai kedaerah-daerah garis depan timur Bengal. Dia menghilang dipegunungan Arakan dan tak pernah kembali setelah itu. Disini pula Jaswant Shing mengulangi pengkhianatannya. Sembari berjuang mendampingi Shuja, dia menyelip keluar dari pertempuran bersama pengikutnya ditengah-tengah kecamuknya perang. 
Sementara itu, Dara berkelana dari satu tempat ke tempat lain menghindari pengejaran orang-orangnya Aurangzeb dan sempat mampir di Muthra, Punjab, Multan.   Multan, Sindh serta Gujarat. Dia minta bantuan kepada pangglima Raja Jaswant Shing yang kemudian mengkhianatinya. Dara akhirnya tertangkap di Lahore dan dipenggal kepalanya atas perintah para pemuka agama yang menjatuhkan hukuman mati kepadanya karena kepercayaannya yang bertentangan dengan agama.
Shah Jahan yang menganakemaskan Dara sehingga terlalu bahaya untuk dibiarkan bebas, dikurung oleh Aurangzeb di benteng Agra. Namun sang ayah diperlakukan dengan segala hormat sesuai dengan kedudukannya. Ia tinggal disana sampai wafatnya pada tahun 1666.
Aurangzeb akhirnya dinobatkan sebagai Kaisar Mughal pada bulan Juni 1659. Dia memerintah dari istananya di Delhi. Segera setelah naik tahta, Aurangzeb meninggalkan pandangan keagamaan liberal pendahulunya. Ia menggantikan kebijakan konsiliasi Hindu dengan kebijakan Islam. Untuk itu Ia mensponsori pengkodifikasian hukum Islam dalam karya agungnya yang dikenal dengan Fatawa-e- Alamghir
Secara bertahap Aurangzeb menghapuskan semua praktek (tradisi) yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Ia menerapkan kembali jizyah yang telah dihapuskan Akbar. Penerapan jizyah ini kelak mendapat kritikan  keras dari sebagian besar sejarawan Hindu. Padahal jizyah tidak lebih dari pajak perang yang dikumpulkan dari warga non muslim yang berbadan sehat yang tinggal di Negara muslim yang tidak ingin menjadi sukare-lawan untuk pertahanan negara. Artinya, pajak tersebut tidak diberlakukan bagi non-Muslim yang mengajukan diri untuk membela negara. Pajak ini juga tidak diberlakukan bagi perempuan, anak-anak maupun dari lelaki cacat atau tua. Atas pembayaran pajak seperti itu, pemerintah Muslim berkewajiban melindungi kehidupan, harta dan kekayaan warga non-Muslim. Jika untuk alasan apapun pemerintah gagal melindungi warga negaranya, khususnya selama perang, jumlah kena pajak dikembalikan.
Dipihak lain zakat (2,5% dari kekayaan) dan 'ushr (10% produk pertanian) dikumpulkan dari semua Muslim, yang memiliki kekayaan (melebihi minimum tertentu, yang disebut nisab). Mereka juga membayar sedekah, fitrah, dan khums. Tak satu pun dari hal ini diberlakukan bagi non-Muslim. Faktanya pendapatan dari umat Islam beberapa kali lebih banyak dari non-Muslim. Sementara itu Auranzeb malah banyak melakukan penghapusan pajak. Dalam bukunya Mughal Administrasi, Sir Jadunath Sarkar, sejarawan terkemuka pada dinasti Mughal, menyebutkan bahwa selama pemerintahan Aurangzeb berkuasa, hampir enam puluh lima jenis pajak itu dihapuskan, yang mengakibatkan kehilangan pendapatan tahunan sebanyak lima puluh juta rupee dari perbendaharaan negara.
Selanjutnya untuk menegakkan kehidupan religius di masyarakat, Aurangzeb berusaha menerapkan pola baru dengan mengangkat muhtasib (petugas pengawas moral), yang mempunyai kewenangan untuk mengontrol perjudian, prostitusi, pengguna narkotika, minuman keras, serta hal-hal yang merusak moral lainnya (1659 M).
Figur Aurangzeb menurut R.C. Majumdar dan S.M. Ikram sangat mengagumkan. Ia taat beragama, gagah berani, kuat ingatan, keras kemauan, dan pantang menyerah, tidak seperti penguasa lainnya. Ia seorang sultan yang saleh, sederhana, dan menghindari kesenangan duniawi. Sebagai seorang raja Ia tidak pernah duduk di singgasananya.
Aurangzeb merupakan orang yang senantiasa menjadi perbincangan kalangan sejarah. Ia sebagai satu-satunya pengusa Mughal yang secara disiplin menerapkan syariat Islam. Pada masa pemerintahannya imperium Mughal telah sangat luas, melebihi masa Akbar, tetapi filosofi pemerintahannya berbeda dengan Akbar. Ia berusaha untuk memberi corak keislaman di India yang mayoritas beragama Hindu itu.
Kekuasaaan Aurangzeb juga mendapat pengakuan dari negara-negara muslim lain. Sekitar 1661-1667 M, mereka mengirimkan dutanya ke India seperti: Sharif Mekah, Raja Persia, Balkh, Bukhara, Kasghar, Urganj (Khiva), Shahr-e-Nau, Gubernur Turki di Basrah, Hadramaut, Yaman, serta Raja Abessinia.
Namun dari penguasa muslim yang memerintah India dari 712-1857, mungkin tidak satupun yang menerima kecaman/cacian dari penulis barat dan hindu sebagaimana Aurangzeb. Ia digambarkan sebagai seorang Muslim yang tidak toleran, anti hindu, yang memungut pajak atas mereka dan berusaha mengislamkan mereka yang membuat diskriminasi terhadap mereka melalui jabatan-jabatan administratif, dan mengganggu benda-benda keagamaan mereka. Pandangan ini dipromosikan oleh pemerintah India melalui buku-buku teks sekolah dan kampus pasca pembagian India (setelah tahun 1947). Hal ini dibuat untuk mendiskreditkan salah satu penguasa india terbaik yang saleh, ilmiah, suci, dermawan, toleran, kompeten, dan berpandangan jauh.
Untunglah, beberapa tahun terakhir ini beberapa sejarawan hindu mulai menolak pandangan ini. Sebagai contoh, sejarawan Babu Nagendranath Banerjee menolak tuduhan pemaksaan kaum Hindu agar berkonversi ke Islam oleh penguasa muslim dengan menyatakan bahwa jika itu tujuan mereka maka di India hari ini tidak akan jumlah penduduk Hindu hampir empat kali lebih banyak dibandingkan dengan Muslim, meskipun faktanya Kaum Muslim memerintah disana selama sekitar 1000 tahun.
Banerjee menantang hipotesis Hindu yang menyatakan Aurangzeb anti-Hindu dengan alasan bahwa jika hal ini benar bagaimana ia bisa menunjuk seorang Hindu sebagai Pangglima militer? Tentunya, dia bisa saja dia menunjuk seorang jenderal Muslim yang kompeten di posisi itu. Banerjee lebih lanjut menyatakan: "Tak seorang pun harus menuduh Aurangzeb berpikiran komunal. Dalam pemerintahannya, kebijakan negara dirumuskan oleh orang-orang Hindu. Dua Hindu memegang posisi tertinggi di Kas Negara. Beberapa Muslim berprasangka bahkan mempertanyakan kebaikan keputusannya untuk menunjuk non-Muslim untuk kantor tinggi tersebut. Kaisar membantah dengan menyatakan bahwa dia telah mengikuti kaidah-kaidah Syari'ah (Hukum Islam) yang menuntut menunjuk orang yang tepat di posisi yang tepat. "
Selama pemerintahan Aurangzeb yang lima puluh tahun itu, banyak umat hindu seperti Jaswant Singh, Raja Rajrup, Kabir Singh, Arghanath Singh, Prem Dev Singh, Dilip Roy, dan Rasik Lal Crory, memegang jabatan administratif yang sangat tinggi. Dua jenderal peringkat tertinggi dalam pemerintahan Aurangzeb, Jaswant Singh dan Jaya Singh, adalah Hindu. Sementara jendral hindu lainnya yang mengepalai garnisun yang terdiri dua sampai lima ribu prajurit adalah Raja Vim Singh dari Udaypur, Indra Singh, Achalaji dan Arjuji. Bayangkan, jika Aurangzeb anti orang Hindu, mengapa ia menempatkan orang-orang hindu ke posisi tinggi, khususnya dalam bidang militer, yang mana posisi tersebut bisa melakukan pemberontakan melawannya dan mengkudetanya dari tahta?
Kebanyakan umat Hindu lebih menyukai Akbar ketimbang Aurangzeb dengan alasan pejabat diistananya multi-etnis yang mana kaum Hindu turut serta. Sejarawan Shri Sharma menyatakan bahwa Ketika Sultan Akbar berkuasa, hanya ada empat belas Hindu yang menjadi Mansabdars (pejabat tinggi) di istananya, sedangkan Aurangzeb menempatkan 148  Hindu untuk posisi yang tinggi di istananya. (Ref: Pemerintahan Mughal) Tapi fakta ini agaknya kurang diketahui.
Beberapa sejarawan Hindu menuduh Aurangzeb atas penghancuran Kuil Hindu. Bagaimana hal ini bisa ditudukan terhadap tokoh yang telah dikenal menjadi orang saleh, seorang penganut Islam yang taat? Al-Qur'an melarang setiap muslim untuk memaksakan kehendaknya pada non-Muslim dengan menyatakan bahwa "Tidak ada paksaan dalam agama." (surah al-Baqarah 2:256). Surah al-Kafirun dengan jelas menyatakan: "Bagimu agamamu dan bagiku adalah agamaku." Hal ini tidak pantas dilakukan oleh seorang yang faham islam sekaliber Aurangzeb untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketetapan Al Qur'an.
Menariknya, edisi 1946 dari buku teks sejarah Etihash Parichaya (Pengantar Sejarah) yang digunakan di Bengal untuk siswa kelas 5 dan 6 menyatakan : "Jika Aurangzeb berniat menghancurkan kuil hindu untuk diganti menjadi mesjid, maka tidak akan ada satupun kuil hindu berdiri tegak di India. Sebaliknya, Aurangzeb menyumbangkan lahan luas untuk digunakan sebagai situs Kuil dan mendukung pembangunannya di Benares, Kashmir dan tempat lain. Dokumentasi resmi untuk hibah tanah ini masih masih ada. "
Sebuah prasasti batu di Balaji bersejarah atau Candi Wisnu, terletak di utara Chitrakut Balaghat, masih menunjukkan bahwa pembangunan itu ditugaskan oleh Kaisar sendiri. Bukti hibah tanah Aurangzeb untuk situs agama Hindu yang terkenal terletak di Kasi, Varanasi dan dengan mudah dapat diverifikasi dari catatan perbuatan yang masih ada di situs tersebut. Buku pelajaran yang sama juga menyatakan: "Selama lima puluh tahun pemerintahan Aurangzeb, tidak seorang Hindu pun yang dipaksa untuk memeluk Islam. Dia tidak mengganggu kegiatan agama Hindu.." (hal. 138). Alexander Hamilton, seorang sejarawan Inggris, yang mengunjungi India menjelang akhir pemerintahan Aurangzeb, mengamati bahwa setiap orang bebas untuk melayani dan menyembah Tuhan dengan caranya sendiri.

Perluasan Kekaisaran Mughal


Dari awal pemerintahannya sampai kematiannya, Aurangzeb terlibat dalam peperangan. Dia membangun sebuah tentara besar, dan mulai program ekspansi militer di sepanjang semua batas-batas kerajaannya. Pasukan Aurangzeb bergerak ke barat daya ke Punjab dan Afghanistan, ia juga melaju selatan, menaklukkan tiga kerajaan Islam: Nizam dari Ahmednagar, Adilshahi dari Bijapur dan Qutbshahi dari Golkonda.
Nizam Ahmednagar, Adilshahi Bijapur menyerah dan sebagian besar wilayah mereka diadiminstrasikan / dikelola oleh Mughal Nawab. Namun Qutbshahi dari Golkonda menolak untuk menyerah dan memperkuat bentengnya dengan modal tambang Kollur (satu-satunya tambang berlian didunia saat itu). Setelah pengepungan lama pasukan Mughal berhasil menembus benteng dengan merebut sebuah pintu gerbang. Qutbshahi dari Golkonda dan Abul Hasan Quthb Syah menyerah dan menyerahkan Intan Nur-Ul-Ain, Intan Harapan, Intan Wittelsbach dan Intan Wali sehingga membuat Kaisar Mughal menjadi raja terkaya di dunia.

Administrasi Pajak

Perbendaharaan Kaisar Aurangzeb mencatat rekor £ 100 juta Pound dalam pendapatan tahunan melalui berbagai sumber seperti pajak, bea cukai dan pendapatan tanah, dll dari 24 provinsi . (1 Poundsterling = 10 rupee).
No.
Province
Land Revenue (1697)
Notes
-
Total
£38,624,680

1
Bijapur
£5,000,000

2
Golconda
£5,000,000

3
Bengal
£4,000,000

4
Gujarat
£2,339,500

5
Lahore
£2,330,500

6
Agra
£2,220,355

7
Ajmere
£2,190,000

8
Ujjain
£2,000,000

9
Deccan
£1,620,475

10
Berar
£1,580,750

11
Delhi
£1,255,000

12
Behar
£1,215,000

13
Khandesh
£1,110,500

14
Rajmahal
£1,005,000

15
Malwa
£990,625

16
Allahabad
£773,800

17
Nande (Nandair)
£720,000

18
Baglana
£688,500

19
Tatta (Sind)
£600,200

20
Orissa
£570,750

21
Multan
£502,500

22
Kashmir
£350,500

23
Kabul
£320,725

24
Bakar
£240,000

Pemberontakan

Pemerintahan Aurangzeb ditandai dengan berbagai pemberontakan di provinsi-provinsi yang jauh dari Kekaisaran Mughal. Para pengacau terutama kaum Mahratta, Rajput, Jat dan Sikh, yang tidak senang apabila seorang Muslim yang keras seperti Aurangzeb menjadi kuat, mulai berkomplot melawan kekuasaan Mughal. Kaum Pathan pun ingin memancing di air keruh ketika berkobarnya perang suksesi diantara para pangeran Mughal. Mir Jumla – pangglima Aurangzeb – secara efektif menumpas elemen-elemen yang mengacau jauh di Bengal sana serta menaklukan Assam dan Cooch Bihar. Pangglima yang gagah ini wafat pada tahun 1663 sehingga Aurangzeb kehilangan orang yang paling dibutuhkan. Bengal bawah  termasuk daerah-daerah Dataran tinggi Chittagong serta Pulau Sandwip ditaklukan oleh paman Aurangzeb, Shaista Khan.
Kaum Hindu berontak melawan pemerintah islam Aurangzeb dan meletus pertama kalinya didekat Agra didalangi oleh orang-orang Jat dibawah pimpinan Gokla, Zamindar dan Tipat. Tapi pemberontakan itu ditumpas tanpa banyak kesulitan (1669).
Pada tahun 1670 Shivaji dari Mahratha menyatakan pemberontakannya pada Mughal.
Pada tahun 1671, Pertempuran Saraighat antara Kekaisaran Mughal, dan Kerajaan Ahom. Selama pertempuran Mughal itu dipimpin oleh Mir Jumla II dan Shaista Khan. Selama pertempuran Admiral Mughal, Munnawar Khan dibunuh
Pada tahun 1672, Kaum Satnami, sebuah sekte Hindu, yang mempercayai klenik, dibawah pimpinan Bhirbhan berontak dengan bantuan orang-orang Rajput. Mereka dikalahkan pasukan Mughal dengan kerugian yang hebat.
Ditahun yang sama(1672) masyarakat suku Pastun memberontak dibawah pimpinan prajurut penyair Kushal Khan Khattak yang dipicu adanya isu tentara Mugal pimpinan  Gubernur Amir Khan menganiaya wanita dari suku Safi di Kunar. Suku-suku Safi menyerang tentara. Serangan ini memicu pembalasan, yang memicu pemberontakan umum dari sebagian besar suku. Mencoba untuk menegaskan kembali kekuasaannya, Amir Khan memimpin sejumlah besar pasukan Mughal ke Khyber Pass. Disana pasukan itu dikepung dan diusir, dengan menyisakan hanya empat orang, termasuk Gubernur, mencoba melarikan diri.
Setelah itu pemberontakan menyebar. Disepanjang wilayah Pastun. Penutupan rute perdagangan Attock-Kabul membuat hal ini menjadi kritis. Ketidakpuasan yang makin menjadi dinegara-negara bagian utara itu, memaksa Aurangzeb menjadikan Hasan Abdal sebagai markas besarnya untuk menetap sejak juli 1674 hingga Desember 1675. Dengan kepandaian diplomasi dan kekuatan senjata, akhirnya pemberontakan dapat diatasi. Tahun berikutnya, dia maju ke selatan, kemudian, sepanjang hidupnya diwarnai dengan perjuangan menindas pemberontak kaum Mahratta, orang-orang Rajput dan Jat.
Pangglima Rajput, Raja Jaswant Singh, yang berkhianat namun tiga kali diampuni Aurangzeb, wafat pada tahun 1679 dan tidak punya anak untuk menggantikannya. Tapi setelah Jaswant Singh wafat, permaisurinya melahirkan anak yang kemudian diberi nama Ajit Singh. Dia tidak diakui sebagai ahli waris daerah Jaswant oleh Kaisar Mughal. Hal tersebut menimbulkan pemberontakan kaum Rathor. Pada sebuah pertempuran yang teratur dekat danau Puskar di mana Aurangzeb sendiri ikut ambil bagian, para Rajput dan Rathor dikalahkan.

Perang Dekkan dan Bangkitnya Kaum Mahratha

Di masa Shah Jahan, Deccan telah dikuasai oleh tiga kerajaan Islam: Ahmednagar (Nizam), Bijapur (Adilshahi) dan Golconda (Qutbshahi). Setelah serangkaian pertempuran, Ahmednagar secara efektif dipecah, dengan sebagian besar wilayah kerajaan diserahkan kepada Mogul untuk mengimbangi Bijapur. Salah satu jenderal Ahmednagar, seorang Maratha Hindu yang bernama Shahaji, bergabung dengan Bijapur. Shahaji mengirim istrinya Jijabai dan putranya, Shivaji yang masih muda di Pune untuk merawat Jagirnya.
Pada tahun 1657, sewaktu Aurangzeb menyerang Golconda dan Bijapur, Shivaji, menggunakan taktik gerilya, mengambil alih tiga benteng Adilshahi yang sebelumnya dikuasai oleh ayahnya. Dengan kemenangan ini, secara de fakto Shivaji mejadi pemimpin kaum Maratha yang ingin memerdekakan diri.. Para Maratha menyerang mendadak pasukan-pasukan Adilshahi dan Mogul, sehingga mendapatkan senjata, benteng, dan teritori militer baik wilayah Bijapur maupun Mughal. Shivaji, akhirnya menjadi ancaman bagi Negara-negara islam tetangganya, seperti Golkanda dan Bijapur. Setelah melakukan satu serangan mendadak, si tikus itu segera menghilang dilembah-lembah pegunungan. Seperti halnya semua penyamun dan perampok, mereka itu percaya dengan taktik ‘kejutan’ dan lebih suka menyerang dari belakang.  Suatu kali, Shivaji mengundang pangglima Bijapur, Afzhal Khan untuk membicarakan perdamaian, dengan syarat bahwa kedua belah pihak tidak dipersenjatai. Ketika Khan yang berani itu datang untuk menemuinya  tanpa curiga, Shivaji menancapkan kuku macan ke perut Afzhal Khan ditengah-tengah pembicaraan.
Aurangzeb marah besar mendengan semua itu dan menunjuk pamannya, Shaista Khan untuk mengganyang orang-orang Mahratta itu pasca penobatannya pad tahun 1569. Pasukan Mughal segera merebut Chakan dan Poona, tetapi menemui kesulitan dalam menghadapi gerombolan-gerombolan gerilya yang sangat mahir untuk menghilang ke pegunungan apabila didekati. Shivaji melakukan serangan malam hari terhadap kamp Mughal di Poona, memasuki kota dengan menyaru sebagai arak-arakan pengantin. Dia disertai dengan gerombolan perampoknya menduduki kota Surat yang kaya itu selama empat hari pada bulan januari 1659 dan merampas harta benda yang besar sekali nilainya.
Bahkan Shivaji menyerang kediaman gubernur di Pune selama perayaan pernikahan pada waktu tengah malam. Kaum Maratha membunuh anak Shaista Khan, bahkan melukai tangan Shaista Khan. Shaista Khan yang hampir tidak selamat itu diangkat kembali sebagai administrator Bengal dan menjadi komandan kunci dalam perang melawan Ahoms.
Aurangzeb mengabaikan munculnya Maratha untuk beberapa tahun mendatang karena ia sibuk dengan urusan agama dan politik lainnya termasuk bangkitnya Sikh. Shivaji merebut benteng-benteng Mogul dan Bijapur. Akhirnya Aurangzeb mengirim jendralnya yang kuat, Raja Jai Singh dari Amber, seorang Rajput Hindu, untuk menyerang Maratha. Jai Singh berhasil merebut benteng Purandar setelah pertempuran sengit di mana komandan Maratha yang bernama Murarbaji dijatuhkan. Shivaji dan gerombolannya terpaksa tunduk pada perjanjian Purandar yang ditandatangani pada 11 Juni 1665 dimana Shivaji diwajibkan untuk menyerahkan 23 bentengnya termasuk menyerahkan pajak 4 lakh Hun. Namun demikian, Shivaji masih tetap diperbolehkan menguasai 12 benteng. Sejak itu Shivaji menjadi raja Vassal (yang takluk) dari kerajaan Mughal dan membantu Aurangzeb dalam Perang Bijapur. Namun karena menjadi tahanan rumah, ia berencana melarikan diri. Dan pada tahun 1670 menyatakan perang terbuka terhadap Aurangzeb
Shivaji akhirnya kembali ke Deccan, dan dimahkotai Chatrapati atau Kaisar Kekaisaran Maratha pada tahun 1674. Sementara Aurangzeb terus mengirim pasukan menghadapinya., Shivaji memperluas kekuasaan Maratha sepanjang Deccan sampai kematiannya pada tahun 1680. Shivaji digantikan oleh anaknya Sambhaji. Secara militer dan politik, upaya Mughal untuk menguasai Dekkan gagal. Putra Aurangzeb, Akbar meninggalkan istana Mughal dan bergabung dengan pemberontak Muslim di Deccan.  Aurangzeb merespon dengan memindahkan istananya ke Aurangabad dan mengambil alih komando kampanye Deccan. Pertempuran sering terjadi, dan Akbar melarikan diri ke Persia dan tidak pernah kembali.
Pada 1689 pasukan Aurangzeb menangkap Sambhaji, penggantinya Chatrapati Rajaram dan pasukan Marathanya terus melanjutkan peperangan melawan kekuatan Kekaisaran Mughal, dengan wilayah yang saling berpindah tangan lagi dan lagi selama tahun-tahun peperangan tanpa akhir. Bahkan ketika Aurangzeb melaju barat, jauh ke dalam wilayah Maratha - terutama menaklukkan Satara - Maratha memperluas serangan mereka lebih lanjut ke tanah Mughal, termasuk provinsi Mughal di Malwa, Hyderabad, Jinji di Tamilnadu. Aurangzeb mengobarkan perang terus-menerus di Deccan selama lebih dari dua dekade tanpa penyelesaian. Sehingga Aurangzeb kehilangan sekitar seperlima dari pasukannya melawan pemberontakan dipimpin oleh Maratha di Deccan India. Dia menembus ribuan mil ke Deccan untuk menaklukkan konfederasi Maratha dan akhirnya wafat pada usia 88 tahun, selama kampanye terakhirnya melawan konfederasi Maratha.
Dia wafat pada 20 Februari 1707, dimakamkan pada sebuah kuburan yang biasa di Aurangabad. “Makam seorang Raja Besar terakhir Hindustan merupakan bangunan batu yang sederhana tanpa lantai marmar, rumput tumbuh diatasnya, dan hal ini memang menggambarkan kesederhanaan hidupnya.”
Orang mengenang Aurangzeb sebagai lelaki saleh yang adil, teguh memegang syariah, berani dan energetic yang menjadi teladan dari kerajaan Islam. Hidupnya ditandai dengan kesederhanaan dan tenaga yang tak terbatas. Beliau banak melakukan Sholat dan puasa Sunnah. Dialah yang paling terpelajar diantara semua Kaisar Mughal.  
Dia singkirkan semua tradisi yang tidak sesuai dengan Islam, termasuk muncul dimuka public dari sebuah jendela 2 kali sehari, menghentikan pembuatan, penjualan dan melarang minuman keras serta menutup tempat-tempat pelacuran. Dia memperkenalkan hukum islam dan meningkatkan moral serta kesejahteraan rakyatnya. Hidupnya merupakan suri teladan bagi rakyatnya, menanamkan kesadaran untuk hidup biasa-biasa saja serta kesadaran akan keadilan diantara mereka.
Tidak seperti para pendahulunya, Aurangzeb menganggap perbendaharaan kerajaan sebagai kepercayaan warga kerajaan-Nya. Dia membuat kopiah dan salinan Quran untuk mendapatkan nafkahnya. Dia tidak menggunakan perbendaharaan kerajaan untuk biaya pribadi atau proyek bangunan mewah kecuali, mungkin, untuk satu proyek: ia membangun mesjid Badshahi yang terkenal di Lahore, yang, selama 313 tahun merupakan masjid terbesar di dunia dan masih bertahan sampai hari ini sebagai masjid terbesar ke-5 di dunia. Ia juga menambahkan sebuah masjid marmer kecil yang dikenal sebagai Moti Masjid (Masjid Mutiara) ke kompleks Benteng Merah di Delhi.
“Dia tak suka boros waktu,” Tulis Ball,”dan selalu dihormati dalam segala tindakannya. Tak pernah memeakai pakaian yang dilarang agama, tidak juga pernah ia menggunakan piring dan cangkir dari perak atau emas. Di Istananya ia melarang percakapan yang tak patut, apa lagi gossip.”
Mengenai tenaga dan kesadaran akan keadilannya Mr. U.N Ball menuliskan,”Aurangzeb melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai penguasa dengan segala kesungguhan. Dia memiliki kesadaran mendalam akan keadilan, keberanian yang tak bisa diluruhkan, ketahanan yang tak pernah kendor. Dia pimpin sendiri operasi-operasi militer, bahkan pada usianya yang 88 tahun. Dia tetap mempertahankan tenaganya itu sampai pada usahanya yang terakhir:.(Mediaval India – oleh U.N Ball)
Ada salah satu kisah yang menunjukan betapa beraninya Aurangzeb, kuat pribadinya dan tekun beragama.
Suatu hari ketika Aurangzeb akan shalat disebuah hutan didaerah Hyderabad deccan, ia melihat seekor harimau keluar dengan perlahan dari belukar berjalan menuju kepadanya. harimau itu siap menerkamnya, tapi dia tak memberi kesempatan kepada pengawal pribadinya untuk membunuhnya. Aurangzeb membunuh sendiri harimau itu dengan pedangnya, lalu meneruskan lagi shalatnya.
Dikisaih yang lain pada waktu perang meletus antara Mughal - Maratha Dalam peperangan itu, tentara Mughal hampir kalah karena tentara musuh menggunakan sihir.
Senjata yang mereka gunakan tidak dapat digunakan menentang musuh karena telah bertukar kepada benda-benda lain. Dengan ini, tentara Islam menjadi lemah semangat dan dengan mudah dibunuh oleh musuh. Mendengar hal ini Aurangzeb segera bertindak. Ia segera kumpulkan seluruh tentara dan tiap-tiap senjata yang digunakan unuk bertempur, digantungkan kain bertulis. Tapi isi tulisan itu dirahasiakan, dan tidak seorang pun diijinkan untuk membuka kain yang diikat pada setiap senjata itu. Para tentara itupun kemudian berperang dengan berani dan penuh keyakinan serta bertawakal kepada Allah. Mereka pun akhirnya menang. Setelah perang usai, Aurangzeb memerintahkan tentaranya membaca tulisan pada kain yang diikat pada pada senjata itu. Alangkah terkejutnya mereka karena kain itu hanya bertuliskan : Bismillah!
Satu tindakan berani yang dilakukan oleh Aurangzeb semasa pemerintahannya ialah mengharamkan musik karena music malah membunuh jiwa perjuangan dan menyuburkan rasa khayal kepada cinta masyuk yang diharamkan oleh Islam.. Segala bentuk hiburan selain zikir, sholawat dan lagu-lagu memuji Allah dilarang keras.
Hal ini menimbulkan kejutan bagi para pemusik dan pendukungnya. Mereka melakukan demonstrasi dengan cara membawa keranda mayat yang berisikan segala alat-alat musik dalam suatu arak-arakan. Sambil berarak mereka menangis pilu dan sedih agar dapat mengundang simpati Kaisar dan rakyat. Mendengar suara tangisan yang mendayu-dayu itu, Aurangzeb pun bertanya, “Apakah yang terjadi?
Setelah mendapat keterangan, Aurangzeb pun berkata, “Kata kan kepada para pemusik itu, cepat-cepatlah mereka kebumikannya karena aku dan rakyatku tidak tahan lagi bau bangkainya!”
Jawapan ini sangat tepat dan tegas. Para pemusik menjadi kecewa dan sekarang mereka kenal siapa Aurangzeb sebenarnya. Tetapi dalam hati Aurangzeb, beliau sadar itulah cara untuk menyelamatkan rakyatnya dari dosa dan balasan neraka di akhirat nanti. Dia sadar bahwa dialah yang akan ditanya dipadang Masyhar nanti terhadap apa yang dilakukan pada rakyatnya. Biarlah pahit karena pahit itu adalah obat.
Kekaisaran Mughal mencapai puncaknya sampai batas-batas yang paling jauh sebelum Aurangzeb wafat. Auangzeb melaksanakan misinya dengan penuh kegagahan, kemampuan dan dengan tenaganya yang tak tertandingi. Tetapi para penggantinya terlalu lemah dan tidak mampu menguasai kerajaan yang begitu luas, sehingga Kaum Maratha dapat mengkonsolidasikan diri dan secara efektif menginvasi wilayah Mughal, merebut kekuasaan dari kaisar lemah. Dalam 100 tahun pasca wafatnya Aurangzeb, Kaisar Mughal hanya memiliki sedikit kekuasaan di luar Delhi.

Daftar Pustaka

Mughal Emperor Sultan Aurangzeb Alamgir : Bad Ruler or Bad History?  Oleh :  Dr. Habib Siddiqui

100 Muslim Terkemuka : Oleh Jamil Ahmad

En.Wikipedia.org