Kamis, 25 Februari 2010

BANI UMAYAH : YAZID BIN MUAWIYAH

YAZID BIN MUAWIYAH (680-683M)




Profil Singkat

Yazid bin Muawiyah bin Abi Sufyan dilahirkan pada tanggal 23 Juli 645. Pada masa kekhalifahan ayahnya, beliau menjadi seorang pangglima yang cukup penting dan juga seorang pangglima angkatan laut. Diawal tahun 668, Khalifah Muawiyah mengirim pasukan dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyah untuk melawan Kekaisaran Bizantium. Yazid mencapai Chalcedon dan mengambil alih kota penting Bizantium, Amorion. Meskipun kota tersebut direbut kembali, pasukan arab kemudian menyerang Chartago dan Sisilia pada tabun 669. Pada tahun 670, pasukan Arab mencapai Siprus dan mendirikan pertahanan disana untuk menyerang jantung Bizantium. Armada Yazid menaklukan Smyrna dan kota pesisisr lainnya pada tahun 672.

Menjadi Khalifah

Khalifah Muawiyah wafat pada tanggal 6 Mei 680. Jauh-jauh hari, sebelum wafatnya beliau menunjuk Yazid untuk menjadi Khalifah selanjutnya. Peristiwa ini ditentang sebagian sahabat, sehingga menimbulkan ketidak puasan.

Di Mekah, Husain bin Ali mendapat banyak surat dari penduduk Kufa yang menyatakan kesetiaannya pada beliau dan meminta beliau ke Kufah untuk dibaiat menjadi Khalifah. Oleh karena itu Husain bin Ali mengirim keponakannya, Muslim bin Uqail bin Abi Thalib ke kufah dan mendapatkan baiat 30 ribu penduduk Kufah. Muslim bin Uqail pun menyampaikan berita ini ke Husain dan mengundangnya datang ke Kufah.

Akan tetapi ternyata hal ini tak berlangsung lama. Begitu mendengar sikap penduduk Kufah, Khalifah Yazid marah besar. Ia memecat gubernur Kufah, Nu’man bin Basyri dan menggabungkan Kufah dengan Basrah dibawah kekuasaan Abdullab bin Ziyad dan memerintahkan menangkap Husain.

Gubernur Abdullah bin Ziyad tiba di Kufah lebih dahulu dari Husain dan dengan mudah merebut dan menduduki Kufah. Para penduduknya berbalik membaiat kepada Yazid bin Muawiyah. Sementara Muslim bin Uqail ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Agaknya situasi ini tidak diketahui Husein.Ia tetap berangkat ke Kufah meskipun sebelumnya Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubayr mena-sehatkan agar jangan berkunjung ke sana. Ia pergi diiringi para sahabat, saudaranya dan keluarganya. Ketika mendekati perbatasan Irak, ia terkejut karena tidak menemukan penduduk Kufah seperti yang dijanjikan. Apalagi setelah mendengar berita kematian tragis utusannya. Oleh karena itu sebagian pengikutnya menyarankan agar kembali Ke Mekah. Tapi Husain bersikeras tetap pergi karena yakin penduduk Kufah akan tetap berpihak padanya. Tapi ia mengijinkan kepada pengikutnya untuk menentukan pilihan sendiri. Ikut atau pulang. Akhirnya sebagian pengikutnya pulang ke Mekah, sehingga tinggal 31 Orang penunggang kuda dan 40 pejalan kaki yang mengiringi Husein.

Rombongan kecil itu terus melakukan perjalanan. Di Sirrah, rombongan itu berpapasan dengan pasukan Alhur bin Yazid yang kaget melihat jumlah pasukan Husein yang kecil padahal menurut berita yang diterimanya berjumlah besar. Oleh karena itu ia mengambil posisi bertahan. Sementara Husein masih yakin, pasukan besar dihadapannya akan berbaiat kepadanya. Sempat terjadi negosiasi, tetapi menemui jalan buntu. Sementara itu sepucuk surat dari gubernur Abdullah bin Ziyad yang tidak mengetahui jumlah rombongan husein, memerintahkan untuk mendesak rombongan Husein. Pasukan kecil itu terus mundur dan terdesak sampai ke Karbalah. Gubernur Ziyad kemudian mengirimkan lagi 4 ribu pasukan dibawah pimpinan Umar bin Saad bin Abi Waqash. Dalam keterdesakannya, Husain menawarkan tiga pilihan, pertama memberikan kesempatan padanya untuk kembali ke Hejaj, kedua memberikan kesempatan untuk menemui Yazid dan ketiga, mengantarkannya ke daerah perbatasan kaum muslimin dan berdomisili disana dan diperlakukan sama dengan kaum muslimin lainnya. Umar bin Saad menyampaikan hal ini kepada Gubernur Abdullah bin Ziyad. Tapi sang gubernur murka dan mengirim pesan melalui Syammar bin Ziljausan bahwa pilihannya adalah memerangi Husein atau menyerahkan pimpinan pasukan kepada Syamar.

Pangglima Saad merasa harga dirinya jatuh bila menyerahkan pimpinan kepada Syamar Oleh karena itu ia pun memerintahkan penyerangan. Seluruh pengikut Husein gugur. Hanya wanita dan anak-anak yang dibiarkan selamat. Husein sendiri terbunuh. Kepalanya dipenggal oleh Syamar bin Ziljausan. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 Muharam 61 H / 10 Oktober 680.

Kepala Husain dan keluarganya dibawa ke Kufah., yang kemudian dikirim ke Damaskus. Khalifah Yazid begitu melihat kepala Husein menagis sedih dan berkata, ‘Saya tak pernah memeintahan membunuhnya. Demi Allah bila saya berada di tempat itu, saya akan memberikan ampunan padanya.’

Darah Husain yang tertumpah, melebihi darah ayahnya inilah menjadi cikal bakal pertumbuhan kaum Syiah, sehingga tanggal kematiannya, 10 Muharam , menjadi hari besar kaum Syiah. Sejak saat itu kedudukan imam yang diwariskan turun temurun kepada keturunan Ali menjadi salah satu dogma dalam ajaran syiah yang setara dengan kenabian Nabi Muhammad.

Peristiwa Karbalah ini menggemparkan penduduk Hejaj. Sebagian penduduk Madinah melepaskan baiatnya kepada Yazid. Mantan Gubernur Hejaj, Marwan bin Hakam dan penggantinya Usman bin Muhammad terpaksa melarikan diri ke Damaskus. Abdullah bin Zubair dibaiat menjadi Khalifah. Saat itu ia mendapat dukungan dari Hejaj, Yaman dan Arabia selatan.

Walau demikian, karena keadaan masih kacau, Yazid bin Muawiyah tidak langsung menyerang Ibnu Zubair. Selama tiga tahun, dengan penuh semangat Ia mencoba melanjutkan kebijakan ayahandanya dan menggaji banyak orang yang membantunya. Ia memperkuat struktur administrasi khilafah dan memperbaiki pertahanan militer Suriah, basis kekuatan Bani Umayyah. Sistem keuangan diperbaiki. Ia mengurangi pajak beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan konsesi pajak yang ditanggung orang-orang Samara sebagai hadiah untuk pertolongan yang telah disumbangkan di hari-hari awal penaklukan Arab. Ia juga membayar perhatian berarti pada pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di oasis Damsyik

Baru pada tahun 683, Yazid mengirimkan pasukan ke Hejaz dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah al Muri dengan jumlah 30 ribu pasukan kavaleri. Ketika tiba di Hurat, ia dihadang oleh pasukan Abdullah bin Hanzalahh, gubernur Madinah yang ditunjuk Abdullah bin Zubair. Pecahlah pertempuran dan pasukan Madinah kalah. Tercatat lebih dari 10 ribu orang gugur. Sebagian dari kaum Anshar dan Muhajirin. Sesuai perintah Yazid, Muslim bin Uqbah memperbolehkan tentaranya untuk melakukan apa saja di Madinah selama tiga hari. Setelah berhasil menaklukan warga Madinah, ia kemudian melanjutkannua ke Mekah, tapi ia keburu meninggal dalam perjalanan, sehingga jabatan pangglima diambil alih Husain bin Numair sesuai wasiat Yazid bin Muawiyah. Sesampainya di Mekah, Husain bin Numair langsung memblokade Mekah dengan ketat selama dua bulan. Blokade ini membuat Ibnu Zubair keteteran. Tetapi ketika blokade ini berlangsung, Yazid mendadak wafat sehingga pengepungan dihentikan dan diadakan gencatan senjata. Selama pengepungan bangunan Kabah rusak berat. Ia segera digantikan anaknya Muawiyah bin Yazid.

Peristiwa yang Terjadi di Masa Kekhalifahannya

6 Mei 680, Yazid bin Muawiyah menjadi Khalifah

10 Oktober 680, Terjadi Peristiwa Karbala yang menewaskan Husein bin Ali bersama 70 pengikutnya di Padang Karbala

17 Oktober 680, Abdullah Bin Zubair dibaiat menjadi Khalifah di Hejaz. Setelah pembunuhan Husein bin Ali, ia menyatakan perang terhadap Yazid.

682 , Umar Bin Abdul Aziz (682-720) dilahirkan.

682 Di Afrika Utara, Uqbah bin Nafi bergerak ke Atlantik, disergap dan dibunuh di Biskra. Pasukan Muslim mengosongkan kota Kairouan dan mundur ke Burqa.

26 Agustus 683 Pasukan Yazid bin Muawaiyah yang dipimpin Muslim bin Uqbah melancarkan serangan ke Madinah dan memenangi peperangan. Selama tiga hari pasukannya dibiarkan merajalela sekehendak hatinya.

29 Agustus 683. Pasukan Muslim bin Uqbah bergerak ke Madinah, dalam perjalanannya Muslim bin Uqbah wafat, Ia digantikan Husain bin Numair,

24 September 683 Husein Bin Numair memblokade Makah yang membuat Ibnu Zubair dan pengikutnya keteteran. Ia menghujani Masjidil Haram dengan pelontarnya. Selama pengepungan ini Kabah terbakar dan rata dengan tanah. Hajar Aswad pecah menjadi tiga.

November 683 Yazid wafat, digantikan Muawiyah Bin Yazid.


681 Berdirinya negara Bulgaria.

682 Di Roma : Santo Leo II dari Sicilia (682-683) menjadi Paus menggantikan Santo Agatho (678-681)

682 Di Cina : Turkistan timur memperoleh kembali kemerdekaannya dari Dinasti Tang, dibawah pimpinan Kutluk (Elterish) dan mendirikan kembali Ke Khaganan Turki ke dua.




Senin, 22 Februari 2010

BANI UMAYAH : MUAWIYAH BIN ABU SOFYAN

MUAWIYAH BIN ABI SOFYAN (661-680M)

Profil Singkat

Mu'awiyah ibn Abi-Sufyan dilahirkan kira-kira tahun 600 M, jadi seumuran dengan Ali. Dan merupakan keluarga Bani Abd-Shams, dari suku Quraysh. Banu Abd-Shams termasuk berpengaruh dalam masyarakat Mekah. Ayahnya adalah Abu Sufyan ibn Harb, menentang Nabi Muhammad ketika Nabi Muhammad mendapat Wahyu.

Dia meriwayatkan hadits dari Rasulullah sebanyak seratus enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya anta-ra lain: Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Dar-da’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin Basyir dan yang lain. Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain: Sa’id bin al-¬Musayyib, Hamid bin Abdur Rahman dll.

Ketika pada tahun 630 M, Nabi Muhammad dan pengikutnya menaklukan Mekah, seluruh penduduk Mekah termasuk Bani Abd-Syam, secara formal tun-duk pada Muhammad dan masuk Islam. Sebagian besar serjarawan menyatakan bahwa Muawiyah bersama ayahnya Abu Sufyan menjadi Muslim pada waktu Fathu Mekah. Ada juga yang berpendapat bahwa Muawiyah menerima islam pada awal-awal kenabian dan mendapat tantangan dari kerabatnya. Pasca Fathu Mekah, Muawiyah diangkat oleh Nabi Muhammad sebagai salah satu juru tulisnya dan mendapat kepercayaan menulis Wahyu Allah.

Ketika Nabi Muhammad wafat, dan Abu Bakar menjadi Khalifah, Mua-wiyah ikut kontingen pasukan yang menyerbu Syria dibawah pimpinan saudaranya Yazid bin Abu Sofyan.

Pada masa Kekhalifahan Umar bin Khatab, beliau diangkat sebagai guber-nur Syam pada tahun 640, menggantikan saudaranya, Yazid bin Abu Sofyan yang wafat karena wabah amwas. Secara bertahap beliau memperoleh pengua-saan atas seluruh Syria, dan mendapatkan loyalitas dari seluruh tentara dan pen-duduk kawasan itu. Pada tahun 647, Muawiyah membangun angkatan bersenjata Syria yang kuat sehingga mampu memukul mundur serangan Bizantium dan tahun berikutnya menyerang Bizantium dan berhasil menguasai pulau Syprus (649) dan Rhodesia (654) serta mengalahkan angkatan laut Bizantium di pesisir Lycia (655). Dan pada saat yang sama, Muawiyah secara periodik memberang-katkan ekspedisi kedaratan Anatolia.

Semua kampanye penyerangan ini terhenti sehubungan dengan naiknya Ali menjadi Khalifah menggantikan Usman bin Afan.

Ketika Ali menjadi Khalifah, Beliau menuntut keadilan kepada Ali atas pembunuhan Khalifah Usman. Sebenarnya Ali pun mau menghukum para pembunuh Usman, tetapi berhubung keadaan negara sedang kacau, beliau me-nunda permasalahan tersebut sampai suasana kembali stabil. Hal ini tidak disetu-jui oleh Muawiyah, maka pecahlah Perang Siffin antara Khalifah Ali dan Guber-nur Muawiyah. Ketika keadaan perang tersebut memburuk, pihak Muawiyah, menyerukan Tahkim yang diterima oleh pihak Ali. Pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash, sedangkan pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al Asyari.

Pasca tahkim, muncullah kaum Khawarij yang membuat keonaran. Oleh karena itu Ali berusaha memadamkan kaum ini. Disaat yang sama terjadi pergolakan di Mesir. Gubernur mesir, Qaish, dipanggil dan Ali mengganti-kannya dengan Muhammad bin Abu Bakar. Tetapi pemberontakan malah sema-kin luas di Mesir. Mu'awiyah memerintahkan 'Amr ibn al-'As untuk menaklukan mesir dan berhasil. Muhammad bin Abu Bakar terbunuh. Setelah itu Muawiyah melancarkan serangan ke Arabia, Yaman dan Irak.

Menjadi Khalifah

Ketika Ali terbunuh pada tahun 661, Muawiyah memiliki pasukan paling besar dalam kedaulatan islam dan memiliki kekuatan yang besar untuk mengklaim kekhalifahan. Putra Ali, Hasan ibn Ali, setelah mempertimbangkan keadaan umat, memberikan hak kekhalifahannya kepada Muawiyah dan memilih tinggal di Madinah dan pensiun. Tahun ini disebut sebagai ‘Aam Jama’ah (Tahun Kesatuan), sebab pada tahun inilah umat Islam bersatu dalam menen-tukan satu khalifah. Pada tahun itu pula Mu’awiyah mengangkat Marwan bin Hakam sebagai gubernur Madinah.

Setelah terjadinya ketentraman dan persatuan dalam kedaulatan islam, Muawiyah mulai meluncurkan kampanye militer. Ke timur, Pasukan islam berhasil menaklukan Khurasan (663-671) dari arah Basrah, menyebrangi sungai Oxus, dan menyerbu Bukhara di Turkistan (674). Ke Barat, Gubernur Muawiyah di Mesir mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Uqba bin Nafi menaklukan Afrika Utara yang masih dikuasai Bizantium sampai Algeria. Ke Utara, menye-rang Asia Kecil untuk melawan Bizantium. Muawiyah juga meluncurkan serangan sebanyak 2 kali meskipun tidak berhasil untuk mengepung Konstan-tinople yang dipimpin putranya, Yazid.

Untuk mengamankan tahtanya, dan memperluas batas wilayah Islam, Muawiyah sangat mengandalkan orang-orang Syam (Suriah), yang kebanyakan terdiri atas bangsa Arab Yaman dan mengenyampingkan umat Islam pendatang dari Hijaz. Menurut riwayat, Orang-orang Syam ini sangat loyal terhadap Muawiyah sejak beliau masih menjadi Gubernur Syam.

Sebagai prajurit, memang kualitas Muawiyah lebih rendah dibandingkan dengan Ali bin Abi Thalib. Tetapi sebagai organisator militer, Muawiyah berha-sil mencetak pasukan Syam menjadi satu kekuatan militer Islam yang teror-ganisir dan berdisiplin tinggi. Dengan mengadopsi kerangka pemerintahan Bizantium, ia membangun sebuah negara yang stabil dan terorganisir. Para seja-rawan mencatatnya sebagai orang islam pertama yang membangun kantor cata-tan negara dan lanyanan pos yang kelak pada masa Abdul Malik bin Marwan menjadi sebuah lembaga yang menghubungkan berbagai wilayah kedaulatan islam yang luas.

Selama berkuasa, kesukesan Muawiyah ditunjang dengan kerjasamanya dengan pendukungnya, terutama Amr bin Ash, wakilnya di Mesir, Al Mughirah bin Syu’bah, gubernur Kufah, provinsi yang selalu bergolak, dan Abdullah bin Abihi, penguasa Basrah. Ketiga orang ini bersama Muawiyah disebut sebagai empat politisi ulung Arab Islam. Ziyad digelari bin Abihi kerena ketidakjelasan identitas ayahnya. Ibunya adalah seorang budak di Taif yang dikenal Abu Sofyan. Pada awalnya Ziyad adalah pendukung Ali, tetapi pada saat kritis, Mua-wiyah mengakui Ziyad sebagai saudara sahnya.

Dalam diri Muawiyah, seni berpolitik berkembang. Ia memiliki kemam-puan luar biasa untuk menggunakan kekuatan hanya ketika dipandang perlu dan sebagai gantinya lebih banyak menggunakan jaklan damai. Kelembutannya yang sarat dengan kebijakan, yang ia gunakan agar tentara meletakan senjata dan membuat kagum musuhnya, sikapnya yang tidak mudah marah dan pengen-dalian diri yang sangat tinggi, membuatnya mampu menguasai keadaan.

Bagi para Khalifah Bani Umayah sesudahnya, Muawiyah merupakan teladan dalam kelembutan, semangat, kecerdasan, dan kenegarawanan yang berusaha mereka ikuti.

Sebelum wafatnya, Muawiyah, dengan menuruti nasehat Mughira, guber-nur Basrah mengangkat putranya Yazid sebagai pengganti dirinya kelak. Hal ini menimbulkan kebencian kaum Syiah. Diantara orang-orang syi’ah yang pertama kali melancarkan permusuhan terbuka terhadap bani Umayyah adalah Hajar bin Adi. Ia mengkritik pedas Mughirah bin Syu’bah, sang gubernur Kufah. Berhu-bung Mughirah bertipikal lemah lembut dan pemaaf, maka ia mengingatkannuya akan akibat tindakannuya. Ketika Mughirah bin Syu’bah wafat, Muawiyah mengangkat Ziyyad sebagai gubernur Kufah. Maka Ziyyad mengirim surat kepada Muawiyah mengenai Hajar bin Adi. Oleh Muawiyah, Hajar bin Adi diundang ke Syam dan membunuhnya bersama pengikut setianya.

Mengenai hal ini seorang sejarawan muslim terkemuka yang bernama Ibnu Khaldun dalam kitabnya Mukaddimah menulis : “Seorang imam tidak sewajarnya dicurigai meskipun dia telah melantik ayah atau puteranya sendiri sebagai penggantinya. Dia telah dipertanggungjawabkan untuk mengurus kebajikan kaum muslimin selagi dia masih hidup. Lebih daripada itu dia ber-tanggungjawab untuk membasmi, semasa hidupnya (kemungkinan mewabahnya perkara-perkara yang tidak diingini) setelah kematiannya …. Malah, dia tidak harus dicurigai dalam hal apapun pun. Lebih-lebih lagi sekiranya ada alasan (untuk melantik seorang pengganti itu), seperti keinginannya untuk mening-katkan kepentingan umum, atau kekuatiran akan terjadinya suatu malapetaka (sekiranya tidak dilantik seorang pengganti), oleh itu meragui seorang imam itu adalah bukan persoalannya.

Hal yang sedemikian sebagai satu contoh adalah sebagaimana yang berlaku ketikaa Muawiyah melantik puteranya, Yazid. Tindakan itu diambil dengan persetujuan rakyat dan, karena itu, dengan sendirinya menjadi satu bahan hujah kepada persoalan yang dibincangkan. Akan tetapi, Muawiyah sendiri bersikap lebih menyokong puteranya Yazid dibanding dengan calon penggantinya yang lain. Sebabnya ialah, dia lebih menitikberatkan kepentingan umum yang menghendaki adanya perpaduan dan harmoni di kalangan masyarakat itu, karena orang yang menguasai pemerintahan, yaitu Bani Umayyah, pada waktu itu setuju melantik Yazid.

Tidak ada motif lain dari Muawiyah. Hemahnya yang tinggi dan hakikat bahwa dia merupakan salah seorang dari sahabat-sahabat Nabi mencegah keterangan yang lain-lainnya. Fakta bahwa dia sering datang kepada para sahabat terkemuka, untuk dimintai nasihat, dan kenyataan bahwa mereka tidak memberikan pendapat (yang bertentangan) merupakan bukti tidak adanya kecurigaan atas dirinya. Mereka (para sahabat) tidak termasuk orang gegabah yang mengambil keputusan dalam masalah kebenaran, dan demikian pula Muawiyah tidak mudah seenaknya menerima kebenaran. Mereka mempunyai peranan masing-masing dalam masalah ini, dan keadilan mereka menahan diri mereka untuk bertindak sewenang-wenangnya.”

Mu'awiyah sendiri wafat pada tanggal 6 Mei 680. Dan digantikan putranya Yazid bin Muawiyah. Wafatnya Khalifah Muawiyah menyebabkan armada laut Arab mundur dari perairan Bosporus dan Aegea, sehingga untuk sementara menghentikan penyerangan ke Konstantinopel.



Peristiwa yang Terjadi di Masa Kekhalifahannya

Juni 661, Hasan Bin Abi Thalib mengundurkan diri dari jabatan Khalifah demi persatuan umat islam karena saat itu Muawiyah juga menjadi Khalifah. Dengan pengunduran diri ini, khalifah menjadi satu yaitu Muawiyah bin Abu Sofyan yang memerintah sampai tahun 680

Juni 661, Al Hajaj bin Yusuf (661-714) dilahirkan di Thaif. Kelak ia menjadi Administrator ulung Kekhalifahan Umayah

662, Terjadi pemberontakan Khawarij

662, Ziyad ibn Abihi diangkat sebagai gubernur Basrah dan bekas daerah Sasaniyah

663 kota Rukhkhaj dan beberapa kota lainnya di Sajistan ditaklukkan. Waddan di Barqah dan Kur di Sudan juga ditak¬lukkan.

664, Gubernur Mesir, Amr bin Ash (659-664) wafat. Ia kemudian diganti dengan Utba ibn Abi Suffyan Ibn Harb (664-665)

664 , Di bawah komando Al-Muhallab bin Abi Suffrah, umat Islam berhasil menaklukan Afghanistan dan kemudian menembus wilayah Multan di Selatan Punjab - sekarang wilayah Pakistan. Ekspedisi yang dipimpin Al-Muhal-lab itu tak bertujuan untuk penaklukan. Pasukan Al-Muhallab hanya mampu menjangkau ibu kota Maili lalu kembali ke Damaskus.

Pada tahun 45 H, 665 Qaiqan dibuka.

665 Oquba ibn Amir al-Gahny (665-667) menjadi gubernur mesir menggantikan Utba ibn Abi Suffyan Ibn Harb (664-665) yang wafat.

667 Muslima ibn Makhlad al-Ansari (667-682) menjadi gubernur Mesir menggantikan Oquba ibn Amir al-Gahny (665-667)

668 , Al-Walid bin Abdul-Malik (668 - 715) dilahirkan. Kelak ia menjadi Khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara 705 - 715.

669 Pasukan Muslim menyerang Sisilia untuk kedua kalinya. (Pertama kali pada tahun 652). Pasukan ini terdiri dari 200 kapal dari Alexandria. Mereka menyerang Syracuse dan mendapatkan rampasan perang. Setelah itu kembali ke Mesir setelah penyerangan yang berlangsung sebulan.

669 , Hasan bin Ali bin Abu Thalib (625 – 669) wafat. Husain ibn Ali menjadi Imam kedua kaum Syi’ah.

669, Qutaibah bin Muslim (669-715) dilahirkan. Ia kelak menjadi penak-luk Tranxosiana (Khawarizm, Sijistan, Samarkand dan wilayah pedalaman cina)

669 Pasukan Bani Umayah yang dipimpin Yazid bin Muawiyah menye-rang Konstantinopel untuk pertama kalinya. Yazid dikirim oleh ayahnya untuk membantu Fadhallah bin Ubaid Al Anshari dalam perang darat, yang telah mele-wati musim dingin (668-669) di Kalkedom. Pengepungan ini dilakukan pada musim semi sampai musim panas. Pada saat pengepungan ini, Sahabat Nabi, Abu Ayub Al Anshari wafat karena penyakit disentri. Beliau dimakamkan di de-kat dinding Konstantinople sesuai wasiatnya.

670 Uqbah bin Nafi r.a. berhasil menaklukkan kota Kairawan –sekitar 156 km selatan kota Tunis– dan kemudian menja¬di¬kannya sebagai ibu¬kota pemerintahan dan pusat penye¬baran Islam di wilayah Afrika Utara

670, Khalifah Mu’awiyah menyerukan kepada penduduk Syam untuk membaiat anaknya Yazid sebagai putra mahkota dan khalifah setelahnya jika dia meninggal. Orang-orang Syam pun membaiatnya. Dengan demikian Mu’awiyah adalah orang pertama yang mengangkat anaknya sebagai putra mahkota, dan orang pertama yang mewasiatkan kekhilafahan saat dia masih sehat dan segar bugar. Kemudian dia menugaskan kepada Marwan bin Hakam, gubernur Madinah untuk mengambil baiat penduduk Madinah.Di Madinah, hal ini ditentang oleh Abdur Rahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq

670, Penaklukan Kabul.

670, Saad bin Waqas wafat.

671 , Khalifah Mu’awiyah menunaikan ibadah haji. Dia mengambil baiat penduduk untuk anaknya. Dengan kemampuan diplomasinya, ia berhasil menda-patkan baiat penduduk Madinah meskipun saat itu Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Abu Bakar menolak untuk melakukan baiat terhadap Yazid bin Muawiyah untuk menjadi Khalifah selanjutnya.

672 , Pasukan Muslim menaklukan pulau Rhodes.

672 Penaklukan kembali Khurasan.

674 , Sulaiman bin Abdul-Malik (674 - 717) dilahirkan. Kelak ia menjadi Khalifah Bani Umayyah yang memerintah dari 715- 717

674 Pasukan Muslim menaklukan Pulau Kreta.

674 Pasukan Bani Umayah melakukan serangan kedua ke Konstantinopel yang dikenal dengan sebutan perang 7 tahun (674-680), yang dilakukan oleh dua angkatan laut dekat Konstantinople. Penggunaan senjata Yunani yang ditemukan oleh Callinicus yang mudah terbakar berhasil menyelamatkan Kontantinopel.

674 Pasukan tentara Islam pertama menjejakan kaki di tanah Bukhara di bawah pimpinan panglima perang, Ubaidillah bin Ziyad. Bukhara menjadi daerah bawahan islam. Penaklukan Arab mencapai sungai Indus.

676 , Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain (676–743), dilahirkan di Madinah. Beliau adalah imam ke-5 dalam tradisi Islam Syi'ah Imamiyah sedang-kan menurut Ismailiyah, ia merupakan imam ke-4. Ayahnya adalah Imam Ali Zainal Abidin dan ibunya adalah Fatimah binti Hasan bin Ali.

677 Penaklukan Samarkand dan Tirmiz.

677 Berkat Senjata Api Yunani yang ditemukan oleh Callinicus of Heliopolis Armada laut Bizantium berhasil mengalahkan pasukan laut muslim di Laut Marmarah.

13 Juli 678 , Wafatnya Aisyah, Ummul Mukminin

6 Mei 680 Khalifah Muawiyah (661-680) wafat. Ia digantikan Yazid bin Muawiyah (680-683)


663: Di Roma : Kaisar Bizantium, Constans II menjadi Kaisar Bizantium terakhir yang menginjakan kakinya di Roma.


664 Di Sumatera : Dapunta Hiyang Sri Jayanaga menjadi Raja di kerajaan Sriwijaya (664-692)

664 Sinode Whitby mempersatukan Gereja Seltik di Inggris dengan Gereja Katolik

666 Di Jawa :Linggawarman (666-669) menjadi Raja Tarumanegara, pegganti Nagajayawarman(640-666)

667 Di Korea : Raja Muyeol dari Kerajaan Silla melakukan serangan ke Koguryo.

668 : Di Korea : Silla, dengan bantuan dinasti Tang, menaklukan Koguryo dan Paekche, sehingga mempersatukan seluruh Korea dengan ibu kotanya Kyongju

668 Pendeta Theodore dari Tarsus ditunjuk sebagai archbishop Canterbury

15 September 668 : Di Bizantium, Raja Contan II (641-668), terbunuh atas perintah Mezecius (668-669) yang kemudian mendirikan pemerintahan militer di Sicilia selama beberapa bulan. Kaisar Contan II digantikan oleh putranya, Constantine IV (668-685).

669 Di Jawa : Linggawarman(666-669), raja Tarumanegara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa (669-723). Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanaga pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa

670 Di Jawa : Tarusbawa mengganti nama Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda Galuh. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun (670-702), pendiri Kerajaan Galuh dan masih keluarga kerajaan Tarumanegara, untuk memisahkan diri dari kekuasaan Tarusbawa. Dengan dukungan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya wilayah Tarumanagara dipecah dua. Dukungan ini dapat terjadi karena putera mahkota Galuh bernama Mandiminyak, berjodoh dengan Parwati puteri Maharani Shima dari Kalingga. Dalam posisi lemah dan ingin menghindari perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Di tahun 670 M, wilayah Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan; yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.

670: Pendeta Whitby, Caedmon menerjemahkan Bible ghotic kedalam bahasa Germanic vernacular (Bahasa Inggris kuno)

670 Di Inggris : Bangsa Anglosaxons memeluk agama kristen

670: Di India, Kerajaan Pallawa membangun kota baru di Mamallapuram

671 Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tatabahasa Sansekerta, kemudian ia singgah di Melayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya ke India.

671 Di Korea : Silla menyerang orang-orang Tang di Baekje dan Korea Utara

672 Di Jepang : Kaisar Kōbun (672) menggantikan Kaisar Tenji (661-672). Kaisar Temmu (672-686) menggantikan Kaisar Kōbun (672)

672 Di Roma : Adeodatus II dari Roma (672-676) menjadi Paus menggantikan Santo Vitalian (657-672)

674 Di Korea : Cina menginvasi Silla namun gagal di bawah tentara Jenderal Kim Yushin yang kuat.

674 Di Jawa : Kerajaan Haling diperintah Oleh Ratu Shima, yang memerintah berdasarkan kejujuran mutlak, sangat keras dan tiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang tidak berani dilanggar. Sebagai contoh: putra mahkota pun dipotong kakinya karena menyentuh barang yang bukan miliknya di tempat umum.

676 Di Roma : Donus dari Roma (676-678) menjadi Paus menggantikan Adeodatus II dari Roma (672-676)

676 Di Korea : Untuk pertama kalinya Semenanjung Korea berhasil disatukan oleh Silla, menjadi Silla Bersatu setelah berhasil mengusir kekuatan Kerajaan Tang dari Cina.

23 Agustus 676, Di Perancis : Lahirnya Karel Martel di Herstal, Wallonia, Belgium, putra dari Pippin II.

678 Di Roma : Santo Agatho dari Sicilia (678-681) menjadi Paus menggantikan Donus (676-678)

678: Wilfrid menyebarkan agama kristen di Frisia (Belanda)

680 Konsili Konstantinopel III difasilitasi oleh Kaisar Constantine IVmengakhiri Monothelitisme dan menyatakan Paus sebagai Kepala Agama Kristen.

Minggu, 21 Februari 2010

KHULFAUR RASYIDIN : ALI BIN ABI THALIB

ALI BIN ABI THALIB (656-661)



Profil SingkatAli dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600. Muslim Syi'ah per-caya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat di sisi Allah).
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada Yesus (Nabi Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain. Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar. Setelah itu Ali tetap tinggal di Mekah untuk menjaga sejumlah barang berharga yang dititipkan kepada Nabi, yang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya. Setelah semuanya selesai, baru ia berangkat ke Madinah.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Upacara pernikahan dilangsungkan sederhana. Emas kawinya adalah sehelai kain, barang-barang tembilkar dan batu gerinda. Dari perkawinan ini lahirlah lima anak yaitu : tiga anak lelaki yaitu :Hasan, Husain, Muhisn dan 2 anak perempuan yaitu : Zainab dan Ummi Kalsum.
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Perang Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Dalam Perang Khaibar, di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda: "Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul Bait dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah peng-ganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali membai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Akan tetapi pada masa Khalifah Abu bakar dan Umar, Ali menjadi penasehat utama. Ia menyelesaikan permasalahan negara yang rumit dan semua keputusan penting Khalifah diambil setelah berkonsultasi dengan Ali.
Menjadi khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Selanjutnya tidak seorang pun dari para pejuang Badar kecuali telah mendatangi Ali seraya berkata, "Kami tidak melihat adanya seorang yang lebih berhak menjabat sebagai khalifah selain dirimu. Ulurkanlah tanganmu, kami baiat." Mereka lalu membaiatnya.
Belum selesai pengangkatan dan pembaiatan Ali sebagai khalifah, Marwan dan anaknya telah melarikan diri.
Tidak diragukan lagi bahwa pembunuhan Utsman dilakukan oleh kaum pemberontak yang didalangi Yahudi. Maka para pembunuh itu harus dihukum berdasarkan kepada hukum qishash yang syar'i. Seluruh kaum Muslimin terutama Ali Rodhiyallahu 'anhu berusaha melakukan qishash terhadap para pembunuh Utsman. Hanya saja Ali meminta kepada mereka yang terburu-buru agar menunggu sebentar sampai segala urusan beres atau sampai ia dapat mewujudkan apa yang dinilainya sebagai penda­huluan yang bersifat dharuri, menjamin terlaksananya qishash, dan menjauhkan sebab-sebab timbulnya fitnah.Singkat peristiwa,Thalhah dan Zubair bersama sejumlah sahabat masing-masing berpendapat agar Ali segera menangkap para pem­bunuh dan melaksanakan qishash terhadap mereka. Guna menjamin keselamatan pelaksanaannya dan menghindarkan fitnah, mereka menawarkan kepada Ali untuk melakukan tugas tersebut dan meminta agar Ali mendatangkan pasukan dari Basrah dan Kufah untuk men­dukungnya. Akan tetapi, Ali meminta agar mereka menunggu sampai ia menyusun program yang baik untuk melaksanakan hal tersebut.Hal yang terjadi setelah itu ialah bahwa masing-masing dari kedua belah pihak melaksanakan ijtihadnya dalam menggunakan cara yang terbaik untuk menuntut darah Usman. Akhirnya berkumpullah orang-orang yang berpendapat harus segera melaksanakan qishash, di Basrah. Di antara mereka terdapat Aisyah Ummul Mu'minin, Thalhah, Zubair, dan sejumlah besar sahabat. Tujuan mereka tidak lain untuk mengingatkan para penduduk Basrah akan perlunya kerja sama dalam mengepung para pembunuh Utsman dan menuntut darahnya dari mereka.Saat itu, pasukan dari Ali pun berangkat ke sana guna melakukan ishlah dan menyatukan kalimat. Karena itu, semua pihak berangkat ke tempat tersebut dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mempunyai maksud untuk memulai peperangan atau menyulut api fitnah.
Al-Qa'qa bin Amr sebagai utusan dari pihak Ali Radhiyallahu 'anhu menemui Aisyah Radhiyallahu 'anha seraya bertanya, "Wahai ibunda, apakah gerangan yang mendorong kedatangan ibunda ke negeri ini?" Aisyah menjawab, "Ishlah di antara manusia." Al-Qa'qa kemudian menemui Thalhah dan Zubair, dan menyampaikan pertanyaan yang sama. Keduanya menjawab, "Kami juga demikian. Kami tidak datang ke tempat ini kecuali untuk melakukan ishlah di antara manusia." Semua pihak kemudian berbicara dan berunding yang akhirnya sepakat untuk menyerahkan urusan ini kepada Ali dengan syarat supaya ia tidak segan-­segan mengerahkan segenap upaya untuk menegakkan hukum Allah atas para pembunuh Utsman jika ia telah dapat melakukannya.
Akhirnya, al-Qa'qa kembali kepada Ali menyampaikan kese­pakatan yang telah dicapai dan keinginan orang-orang untuk berdamai. Ali lalu berpidato di hadapan khalayak ramai seraya memuji Allah atas nikmat perdamaian dan kesepakatan yang telah tercapai. Selan­jutnya, Ali mengumumkan bahwa besok ia akan segera bertolak.
Akan tetapi, Tidak lama setelah Ali mengumumkan terjadinya perda-maian, kesepakatan, dan rencana esok hari, malam itu pula para gembong fitnah pun mengadakan pertemuan. Di antara mereka terdapat al-­Asytar an-Nakha'i, Syuraih bin Aufa, Abdullah bin Saba', Salim bin Tsa'labah, dan Ghulam ibnul Haitsam. Para gembong fitnah ini membahas bahaya perdamaian dan kesepakatan tersebut bagi mereka. Kesepakatan para sahabat itu merupakan bahaya dan ancaman bagi mereka. Salah seorang di antara mereka mengusulkan, "Jika demikian halnya, kita segera bunuh saja Ali seperti halnya Utsman."
Akan tetapi, Abdullah bin Saba' mengecam dan menentang pendapat ini seraya berkata kepada mereka, "Sesungguhnya, keber­hasilan kalian terletak pada pergaulan kalian dengan masyarakat. Jika kalian bertemu dengan orang-orang, kobarkanlah peperangan dan pertempuran di antara mereka. Janganlah kalian biarkan mereka bersatu. Orang yang ada di sekitar kalian akan enggan melakukan pertempuran demi membela dirinya .... " Setelah menyepakati konspirasi ini, mereka pun berpencar.
Pada hari kedua, Ali berangkat kemudian diikuti oleh Thalhah dan Zubair. Sementara itu, perdamaian dan kesepakatan telah di­kukuhkan. Orang-orang pun menikmati malam terbaiknya kecuali para pembunuh Utsman yang gelisah di malam itu.
Sementara itu, Abdullah bin Saba' dan kawan-kawan telah sepa­kat untuk mengobarkan peperangan di ujung malam dan menjebak orang-orang ke dalam peperangan tersebut, apa pun yang terjadi.
Orang-orang yang melakukan konspirasi jahat ini bergerak sebelum fajar. Jumlah mereka hampir dua ribu orang. Masing-masing kelompok bergerak mendatangi kerabat mereka lalu melakukan serbuan mendadak dengan pedang-pedang mereka. Setelah itu, masing-­masing kelompok bangkit untuk membela kaumnya. Akhirnya, orang-­orang bangun dari tidur mereka dengan membawa pedang seraya berkata, "Para penduduk Kufah menyerang kita pada malam hari dan berkhianat kepada kita." Mereka mengira bahwa tindakan tersebut adalah rencana busuk yang dilakukan Ali Rodhiyallahu 'anhu. Setelah mendengar berita ini, Ali berkata, "Apa yang terjadi pada masyarakat?" Orang-orang yang berada di sekitarnya berteriak, "Penduduk Bashrah menyerang kami di malam hari dan berkhianat terhadap kami." Masing-­masing kelompok kemudian mengambil pedangnya, memakai baju perang, dan menunggang kuda tanpa mengetahui hakikat yang sebenarnya. Karena itu, wajar bila kemudian secara spontan terjadi peperangan dan pertempuran.
Orang-orang yang berhimpun di sekitar Ali berjumlah 20.000 orang, sedangkan orang-orang yang bergabung dengan Aisyah sekitar 30.000 orang. Sementara itu, para pengikut Abdullah bin Saba' yang terabaikan ­tak henti-hentinya melakukan pembunuhan sehingga para penyeru dari pihak Ali yang menyerukan, "Berhentilah, berhentilah," tidak mendapatkan sambutan sama sekali.
Di tengah sengit dan berkecamuknya pertempuran itu, bila wajah-wajah yang saling mengenal di bawah naungan keimanan itu berhadapan, mereka sa-ling menahan diri dan menghindar, tak peduli dari kelompok mana pun mereka.
Ketika Ali dan kawan-kawannya mendekati Thalhah dan Zubair, dan bari-san pun telah saling mendekat, keluarlah Ali seraya menunggang baghal Ra-sulullah kemudian berseru, 'Hai Thalhah, datanglah kesini, dan hai Zubair datanglah kemari”
Mendengar itu, keduanya pun mendekatinya. Kemudian Ali berteiak kepada Talhah tentang kebesaran dak keperwiraan, “Wahai Thalhah…! Kenapa kamu sembunyikan istrimu dirumah dan kamu bawa istri Rasulullah SAW, untuk melibatkan diri dalam peperangan…?”
Dan kepada Zubair, beliau berkata, 'Wahai Zubair, demi Allah, apakah engkau ingat ketika Rasulullah melewatimu, sedangkan kami berada di tempat ini dan itu? Beliau kemudian ber­tanya, 'Wahai Zubair, apakah kamu mencintai Ali?' Kamu lalu menjawab, 'Mengapa aku tidak mencintai anak bibiku dan anak pamanku, bahkan seagama denganku?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, 'Wahai Zubair, demi Allah, satu saat, engkau pasti akan memeranginya dan menzhaliminya."
Zubair menjawab, 'Demi Allah, aku telah lupa akan peristiwa tersebut semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah. Akan tetapi, sekarang baru teringat lagi. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu untuk selama-Iamanya.' Zubair kemudian kembali dengan menunggang kendaraannya membelah barisan.
Selesai mengucapkan kata-kata itu, Zubair cepat-cepat ke­luar mening-galkan pasukan dengan air mata membasahi pipi. Tetapi malang bagi Zubair, kepergiannya itu diikuti oleh Ammar bin Jarmuz yang kemudian membunuhnya sewaktu Zubair mau melaksanakan Sholat.
Semetara itu Talhah juga berniat mundur dari medan perang, tetapi, ia kemudian dipanah oleh Marwan bin Hakam dan mengenai lututnya yang mengakibatkan kematiannya.
Perang itu akhirnya terhenti ketika unta Aisyah Radhiyallahu 'anha jatuh ke tanah dan kemudian sekedupnya dibawa jauh dari medan pertempuran, Ali datang kepada­nya seraya mengucapkan salam dan menanyakan keadaannya seraya berkata, "Bagaimana keadaanmu, wahai ibunda?" Aisyah menjawab, "Baik." Ali berkata, "Semoga Allah mengampunimu." Selanjutnya orang-­orang dan para sahabat datang seraya mengucapkan salam kepadanya dan menanyakan keselamatannya.
Ali kembali ke Kufah yang telah dijadikan sebagai pusat khilafah. Sesam-painya di Kufah, Ali segera mengutus Jurair bin Abdullah al-Bajli kepada Mua'-wiyah di Syam guna mengajak bergabung ke dalam apa yang telah dilakukan orang-orang dan memberitahukan bahwa para Muhajirin dan Anshar telah sepakat untuk membaiatnya. Akan tetapi, Mu’awiyah berpendapat bahwa baiat itu tidak akan dinyatakan sah kecuali dengan kehadiran mereka semua. Karena itu, Mu'awiyah tidak bersedia memenuhi ajakan Ali sampai para pembunuh Utsman di­qishash kemudian kaum Muslimin memilih sendiri imam mereka.
Sementara itu, Ali berkeyakinan penuh bahwa baiat telah dilakukan de-ngan kesepakatan ahlul Madinah (penduduk Madinah), Darul Hijrah Nabawiyah. Dengan demikian, setiap orang yang terlam­bat berbaiat di antara orang-orang yang tinggal di luar kota Madinah berkewajiban untuk segera bergabung kepada pembaiatan tersebut. Adapun soal meng-qishash para pembu-nuh Utsman, Ali sendiri termasuk orang yang paling bersemangat keras untuk melakukannya, tetapi ia mempunyai rencana yang matang untuk menjamin keselamatan dan segala risikonya.
Setelah mendengar penolakan Mua'wiyah, Ali langsung menang­gapinya sebagai "pemberontak" yang keluar dari Jama'atul Muslimin dan imam mereka. Ali kemudian beserta pasukannya berangkat pada tanggal 12 Rajab tahun 36 Hijriah /5 Januari 657, lalu pasukan dikonsentrasikan di Nakhilah. Tidak lama kemudian, Ibnu Abbas datang kepadanya dari Bashrah, setelah bertugas sebagai wakilnya. Ali memobilisasi pasukan­nya untuk memerangi penduduk Syam dan menyerukan mereka tunduk kepada Jama'atul Muslimin.
Setelah mengetahui hal ini, Mu'awiyah pun dengan serta merta menge-rahkan pasukannya dari Syam hingga kedua pasukan ini bertemu di daratan Shiffin di tepi sungai Eufrat. Selama dua bulan atau lebih, kedua pihak saling bergantian mengirim utusan. Ali mengajak Mua'wiyah dan orang-orang yang bersamanya untuk membaiatnya. Beliau juga meyakinkan Mua'wiyah bahwa qishash terhadap para pembunuh Utsman pasti akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Sementara itu, Mua'wiyah menyerukan Ali agar sebelum melakukan segala sesuatu, hendaklah menangkap para pembunuh Utsman yang merupakan anak pamannya. Karena itu, dia (Mua'wiyah) merupakan orang yang paling berhak menuntut darahnya. Selama pembahasan dan perundingan ini barangkali telah terjadi pertempuran-pertempuran kecil dan manuver.
Keadaan ini terus berlangsung hingga datang bulan Muharram tahun 37 Hijriah. Mua'wiyah dan Ali kemudian sepakat untuk melakukan "gencatan sen-jata" selama sebulan, dengan harapan dapat dicapai ishlah. Akan tetapi, masa "gencatan senjata" ini berakhir tanpa mem­buahkan hasil yang diharapkan. Pada saat itu, Ali memerintahkan seorang petugas untuk mengumumkan, "Wahai penduduk Syam, Amirul Mu'minin menyatakan kepada kalian bahwa aku telah memberi waktu yang cukup kepada kalian untuk kembali kepada kebenaran, tetapi kalian tetap tidak mau berhenti dari pembangkangan dan tidak mau kem-bali kepada kebenaran. Karena itu, kini aku kembalikan perjanjian ini kepada kalian dengan penuh kejujuran. Sesungguhnya, Allah tidak mencintai para pengkhianat."
Saat itulah Mua'wiyah dan Amr bin Ash memobilisasikan pasukannya dari segala arah. Demikian pula Ali, sejak malam itu, ia memobilisasi pasukannya. Ia mengangkat Asytar an-Nakha'i sebagai komandan pasukan penduduk Bashrah. Ali kemudian berwasiat kepada pasukannya agar tidak mendahului penyerbuan hingga penduduk Syam memulainya, tidak menyerang orang yang luka, tidak mengejar orang yang mundur melarikan diri, tidak membuka aurat wanita, dan tidak menganiayanya.
Pada hari pertama dan kedua, pertempuran berlangsung de­ngan sengit. Perang berlangsung selama tujuh hari tanpa ada pihak yang kalah atau menang. Namun pada akhirnya, Mu'awiyah dan pasukannya semakin terdesak oleh pasukan Ali. Ali dan pasukannya nyaris mencatat kemenangan.
Saat itulah Mu'awiyah dan Amr ibnul Ash berunding. Amr bin Ash meng-usulkan supaya Mu'awiyah mengajak penduduk Irak untuk berhukum kepada Kitab Allah. Mu'awiyah lalu memerintahkan orang­-orang supaya mengangkat Mushaf di ujung tombak dan meme­rintahkan seorang petugas untuk menyerukan atas namanya, "Ini adalah Kitabullah di antara kami dan kalian." Ketika pasukan Ali melihat hal ini -mereka sudah hampir memperoleh kemenangan- terjadilah perselisihan di antara mereka. Ada yang setuju untuk berhukum kepada Allah dan ada pula yang tidak menghendaki kecuali peperangan karena siapa tahu hal itu hanyalah tipu daya.
Sebenarnya Ali cenderung pada pendapat yang terakhir, tetapi terpaksa mengikuti pendapat pertama yang pendukungnya mayoritas. Ali kemudian mengutus al-Asy'ats bin Qaia kepada Mu'awiyah guna menanyakan apa sebenarnya yang dikehendakinya. Mu'awiyah menjelaskan, "Mari kita kembali kepada Kitab Allah. Kami pilih seorang wakil yang kami setujui dan kalian pilih pula seorang wakil yang kalian setujui. Kita semua kemudian menyumpah kedua wakil tersebut untuk memutuskan sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Apa pun keputusan kedua wakil tersebut wajib kita ikuti."
Penduduk Syam kemudian memilih Amr bin Ash, sedangkan penduduk Irak memilih Abu Musa al-Asy'ari. Akhirnya diperoleh kesepakatan antarkedua belah pihak -setelah keduanya menulis suatu perjanjian menyangkut hal ini- untuk menunda keputusan tersebut sampai bulan Ramadhan, kemudian setelah itu, kedua hakim tersebut bertemu di Daumatul Jandal. Setelah kesepakatan ini, orang-orang pun bubar kembali ke tempat masing-masing.
Ali kembali dari Shiffin menuju Kufah. Sementara itu, di kalangan pasukan Ali terjadi perpecahan yang sangat berbahaya sehingga ketika sampai di Kufah, Ali dinyatakan dipecat oleh sekelompok orang yang menilai masalah tahkim sebagai suatu kesesatan. Mereka berjumlah sekitar 12.000 orang dan berhimpun di Harura'. Ali kemudian meng­utus Abdullah bin Abbas untuk berdialog dan menasihati mereka, tetapi upaya ini tidak membawa hasil apa-apa. Akhirnya, Ali sendiri berangkat menemui mereka. Setelah berhadapan dengan mereka, Ali bertanya, "Apa yang menyebabkan kalian melakukan pembang-kangan ini!" Mereka menjawab, "Masalah tahkim yang kamu setujui di Shiffin." Ali menjelaskan, "Tetapi aku telah mensyaratkan kepada kedua hakim itu agar menghidupkan apa yang dihidupkan al-Qur'an dan mematikan apa yang dimatikan al-Qur'an." Mereka mengatakan, "Coba jelaskan kepada kami, apakah adil ber-tahkim kepada orang di tengah gelimangan darah!" Ali menjawab, "Kami tidak berhukum kepada orang, tetapi berhukum kepada al-Qur'an. Al-Qur'an ini adalah tulisan yang termaktub di atas kertas dan tidak dapat berbicara. Yang dapat membunyikannya adalah orang." Mereka bertanya lagi,"Lalu mengapa kalian batasi waktunya!" Ali menjawab,"Supaya orang yang tidak tahu mengetahuinya dan yang tahu dapat berpegang teguh. Semoga Allah memperbaiki umat ini dengan gencatan senjata ini."
Akhirnya, mereka menerima pandangan Ali. Kepada mereka, Ali mengatakan, "Masuklah kalian ke negeri kalian. Semoga Allah melim­pahkan rahmat-Nya kepada kalian." Mereka semua kemudian masuk.
Setelah batas waktu yang ditentukan habis dan bulan Ramadhan tahun ke-37 Hijriah telah datang, Ali mengutus Abu Musa al-Asy'ari dengan sejumlah sa-habat dan penduduk Kufah. Adapun Mu'awiyah mengutus Amr ibnul Ash de-ngan sejumlah penduduk Syam. Kedua kelompok ini berkumpul di Daumatul Jandal. Setelah keduanya memanjatkan puja-puji kepada Allah dan saling menyampaikan nasihat, akhirnya diperoleh kesepakatan agar disiapkan lembar catatan dan seorang penulis yang akan mencatat semua yang telah disepakati kedua belah pihak. Nyatanya kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat tentang kepada siapa urusan umat ini (khilafah) akan diserahkan. Abu Musa al-Asy'ari setuju mencopot Ali dan Mua'wiyah kemudian tidak memilih untuk khilafah kecuali Abdullah bin Umar, tetapi ia sendiri tidak mau ikut campur da-lam urusan ini.
Saat itu, kedua hakim telah sepakat untuk mencopot Ali dan Mu'awiyah. Selanjutnya keduanya harus menyerahkan hal ini kepada syura kaum Muslimin guna menentukan pilihan mereka sendiri. Kedua­nya kemudian mendatangi para pendukungnya masing-masing. Amr ibnul Ash mempersilakan Abu Musa al-'Asy'ari maju. Setelah memanjatkan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, "Wahai manusia, setelah membahas urusan umat ini, kami berkesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih baik dan lebih dapat mewujudkan persatuan selain dari apa yang telah aku dan Amr sepakati, yaitu kami mencopot Ali dan Mu'awiyah."
Setelah menyampaikan kalimatnya, Abu Musa al-Asy'ari mundur. Setelah itu, tiba giliran Amr untuk menyampaikan kalimatnya. Setelah memanjatkan pujian kepada Allah, Amr mengatakan, "Sesungguhnya, ia (Abu Musa) telah menyatakan apa yang kalian dengar. Ia telah mencopot kawannya dan aku pun telah mencopotnya sebagaimana dia. Akan tetapi, aku mengukuhkan kawanku Mu'awiyah karena sesungguhnya ia adalah 'putra mahkota' Utsman bin Affan, penuntut darahnya, dan orang yang paling berhak menggantikannya."
Setelah tahkim ini, orang-orang pun bubar dengan rasa kecewa dan tertipu kemudian kembali ke negerinya masing-masing. Amr dan kawan-kawannya menemui Mu'awiyah guna menyerahkan khilafah kepadanya, sedangkan Abu Musa pergi ke Makkah karena malu kepada Ali. Ibnu Abbas dan Syuraih bin Hani' kembali kepada Ali dan men­ceritakan peristiwa tersebut.
Ketika Ali mengutus Abu Musa al-Asy'ari dan pasukannya ke Daumatul Jandal, masalah kaum khawarij (pembelot) semakin bertambah memuncak. Mereka sangat mengecam Ali, bahkan secara terus-menerus mengafirkannya karena tindakannya menerima tahkim, padahal kaum Khawarij ini sebelumnya termasuk mereka yang paling antusias terhadap Ali.
Setelah upaya dialog dan nasihat yang dilakukan Ali kepada mereka tidak bermanfaat sama sekali, akhirnya Ali berkata kepada mereka, "Sesungguhnya, kami berkewajiban untuk tidak melarang shalat di masjid-masjid kami selama kalian tidak membangkang terhadap kami. Kami tidak akan menahan bagian kalian terhadap fa'i ini selama tangan-tangan kalian bersama tangan-tangan kami dan kami tidak akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami."Setelah mengumumkan penolakannya terhadap keputusan dua hakim tersebut, Ali berangkat memimpin pasukan besar ke Syam untuk memerangi Mu'awiyah. Di samping itu, Ali mendapat berita bahwa Khawarij telah melakukan berbagai kerusakan di muka bumi, me­numpahkan darah, memotong jalan-jalan umum, memperkosa wanita-­wanita, bahkan membunuh Abdullah bin Khabbab, seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan istrinya yang sedang hamil. Akhirnya, Ali dan orang-orang yang bersamanya khawatir jika mereka pergi ke Syam sibuk memerangi Mu'awiyah, orang-orang Khawarij akan membantai keluarga dan anak keturunan mereka. Ali dengan mereka kemudian sepakat untuk memerangi Khawarij terlebih dahulu.
Ali dan pasukannya, termasuk di dalamnya para sahabat, berangkat mendatangi mereka. Ketika sampai di dekat Mada'in, Ali mengirim surat kepada orang-orang Khawarij di Nahrawan yang isinya, "Serahkanlah kepada kami para pembunuh saudara-saudara kami supaya kami dapat meng-qishosh mereka kemudian setelah itu kami akan biarkan kalian dan kami akan melanjutkan perjalanan ke Syam. Semoga Allah mengembalikan kalian kepada keadaan yang lebih baik dari keadaan sekarang."
Akan tetapi, mereka membalas Ali dengan menyatakan, "Kami semua adalah para pembunuh saudara-saudara kalian! Kami meng­halalkan darah mereka dan darah kalian!"
Setelah itu, Ali maju menemui mereka kemudian menasihati dan memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak memberikan jawaban selain dari suara bersahut-sahutan sesama mereka yang menyatakan siap perang dan menemui Rabbul 'Alamin.
Sebelum memulai peperangan, Ali memerintahkan Abu Ayyub al-Anshari agar mengangkat panji keamanan untuk orang-orang Khawarij dan memberi-tahukan kepada mereka,"Siapa yang datang ke panji ini maka dia aman, barang-siapa pergi ke Kufah dan Mada'in maka dia aman."
Sejumlah besar dari mereka pun meninggalkan tempat. Orang yang tetap bertahan di antara mereka hanya sekitar seribu orang yang dipimpin oleh Abdul-lah bin Wahab ar-Rasiy. Orang-orang Khawarijlah yang memulai peperangan ini. Akhirnya, mereka semua berhasil ditumpas, sedangkan yang syahid dari pihak Ali berjumlah tujuh orang.
Berbagai situasi buruk tampaknya masih harus dihadapi oleh Amirul Mu'minin Ali Radhiyallahu 'anhu. Pasukannya mengalami kegun­cangan. Sejumlah besar penduduk Irak rnelakukan pembangkangan terhadapnya, semen-tara masalah di Syam pun semakin meningkat. Mereka berpropaganda ke ber-bagai penjuru, seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir, bahwa kepemimpinan telah berpindah ke tangan Mu'awiyah sesuai dengan keputusan dua hakim. Para pen-duduk Syam semakin bertambah kuat, sedangkan para penduduk Irak semakin bertambah lemah.
Adalah Abdurrahman bin Muljim, salah seorang tokoh Khawarij yang sedang melamar seorang wanita cantik bernama Qitham. Karena ayah dan saudara wanita ini terbunuh di peristiwa Nahrawan, ia mensyaratkan kepada Abdurrahman bin Muljim, jika ingin menikahinya, ia harus membunuh Ali. Dengan gembira, Abdurrahman bin Muljim menjawab, "Demi Allah, aku tidak datang ke negeri ini kecuali untuk membunuh Ali." Setelah menjadi suami istri, wanita ini semakin keras menggerakkan suaminya untuk membunuh Ali.
Pada malam Jumat tanggal 19 Ramadhan tahun 40 Hijriah, Abdurrahman bin Muljim -bersama dengan dua orang temannya ­mengincar Ali di depan pintu yang biasa dilewatinya. Seperti kebiasa­annya, Ali keluar membangunkan orang untuk shalat subuh, tetapi ia dikejutkan oleh Ibnu Muljim yang memukul kepalanya dengan pedang sehingga darahnya mengalir di jenggotnya.
Setelah mengetahui bahwa yang melakukan tindak kriminal ini adalah Ibnu Muljim, Ali berkata kepada para sahabatnya, "Jika aku mati, bunuhlah ia, tetapi jika aku hidup, aku tahu bagaimana bertindak terhadapnya." Ketika sakratul maut, Ali tidak mengucapkan kalimat apa pun selain la Ilaha ilallah. dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Sementara itu, pelaksanaan qishash Ibnu Muljim dilakukan oleh Hasan Rodhiyallahu 'anhu kemudian jasadnya dibakar dengan api.
Begitu melihat Khalifah Ali bin Abi Thalib terluka parah, maka pengi-kutnya meminta kepada beliau agar mengangkat Sayyidina Hasan ra sebagai Khalifah. Namun saat itu Imam Ali tidak menyetujui permintaan tersebut dan beliau hanya berkata: Saya tidak memerintahkan kalian dan saya juga tidak melarang kalian, saya tinggalkan kalian sebagaimana Rasululloh mening-galkan kalian. ( H.R. Ahmad )
Selanjutnya begitu Imam Ali wafat (syahid), pengikutnya bermusyawarah dan setelah dua hari dari kemangkatan Imam Ali mereka sepakat mengangkat Sayyidina Hasan ra sebagai Khalifah. Setelah pembaiatan itu, pengikut Imam Hasan menyarankan padanya untuk menyerang Muawiyah di Syam.
Kemudian Khalifah Hasan segera mempersiapkan pasukan, dan terkum-pullah sebanyak dua belas ribu personel dan yang diangkat sebagai panglima adalah sepupu ayahnya yaitu Ubaidillah bin Abbas dan dibantu oleh orang-orang dekat ayahnya seperti Qais bin Saad Al-Anshory dan Said bin Qais.
Oleh karena ada berita bahwa Muawiyah dan pasukannya sudah berangkat dari Syam menuju Kufah dengan jumlah yang sangat besar, diperkirakan enam puluh ribu orang, maka Khalifah Hasan ra segera memerintahkan Ubaidillah dan pasukannya agar segera berangkat menuju Maskin, satu tempat antara Kufah dan Damaskus .
Pesan Khalifah Hasan ra kepada Ubaidillah bin Abbas dan anak buahnya sbb; Jangan menyerang sebelum diserang oleh pasukan Muawiyah. Kemudian apabila dalam pertempuran Ubaidillah bin Abbas gugur maka yang menggantikan sebagai panglima adalah Qais bin Saad dan apabila Qais juga gugur maka yang menggantikannya Said bin Qais.
Sepeninggal Ubaidillah dan pasukannya, Khalifah Hasan ra segera menga-jak penduduk Irak untuk bergabung bersamanya menghadapi Muawiyah dan pasukannya . Sehingga saat berhadapan dengan pasukan Muawiyah, dipihak Khalifah Hasan ra sudah berjumlah empat puluh ribu personel.
Namun, Muawiyah dengan segala kelihaiannya dapat mempengaruhi orang-orang dipihak Khalifah Hasan. Ubaidillah sendiri terpengaruh dan akhirnya berpihak ke Muawiyah. Hal ini tentu membuat bekas anak buahnya menjadi lemah semangatnya untuk melawan musuh. Sehingga banyak dari pasu-kan Khalifah Hasan ra yang lari meninggalkan Maskan.
Melihat situasi yang tidak menggembirakan dan melihat akibat yang akan terjadi apabila dua pasukan ini sampai berperang, dimana korban yang akan berjatuhan dari kedua belah pihak akan mencapai jumlah yang sangat besar, ma-ka Khalifah Hasan ra. yang dikenal arif lagi bijaksana serta lebih memen-tingkan perdamaian dari pada pertempuran, berinisiatif untuk menyerahkan kepemimpinan umat islam saat itu kepada Muawiyah.
Khalifah Hasan ra. segera mengirim surat ke Muawiyah menyampaikan maksudnya, dengan catatan agar Kekhalifahan setelah Muawiyah diserahkan kepada majelis Syura. Muawiyah juga tidak boleh mengganggu pendukung Imam Ali yang pernah memeranginya. Begitu pula agar Muawiyah memberikan dari Baitul Mal sejumlah uang untuk Ahlul Bait yang memang hak mereka.
Selesai membaca surat tersebut Muawiyah merasa senang dan menerima syarat tersebut terkecuali sepuluh orang yang akan diambil tindakan. Namun Sayyidina Hasan ra menolak permintaan tersebut.
Mengetahui penolakan tersebut Muawiyah segera mengirim kertas putih yang sudah ditanda tanganinya, untuk diisi oleh Khalifah Hasan ra, sesuai dengan permintaannya tersebut.Demikianlah proses penyerahan kekuasaan atau kekhalifahan dari Sayyidina Hasan ke Muawiyah.
Kejadian atau perdamaian ini sekaligus membuktikan apa yang pernah disabdakan oleh Rosulullah SAW, “Sesungguhnya cucuku ini pemimpin, dan Insya Allah, melaluinya akan mendamaikan antara dua kelompok besar dari kaum Muslimin”.
Selanjutnya dengan penyerahan kekuasaan dari Sayyidina Hasan ra ke Muawiyah yang terjadi pada pertengahan bulan Jumadil Awal tahun empat puluh satu Hijriyah ini, maka kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh Sahabat Muawiyah. Umur Muawiyah saat itu enam puluh enam tahun, sedang umur Sayyidina Hasan tiga puluh delapan.
Dalam sejarah islam, tahun dimana terjadi perdamaian antara Sayyidina Hasan ra dan Muawiyah ini, disebut AAMUL JAMAAH. Karena pada saat itu Muslimin bersatu dibawah satu komando
Selanjutnya setelah Sayyidina Hasan ra menyerahkan Kekhalifahan kepada Muawiyah dan membaiatnya, beliau dan seluruh keluarganya segara meninggalkan Kufah dan kembali menetap di Madinah.
Hampir sepuluh tahun Sayyidina Hasan ra. tinggal diMadinah, dan waktunya banyak beliau habiskan dalam beribadah dan mengamalkan ilmunya.
Bila beliau selesai sholat subuh, beliau selalu mampir ketempat istri istri Rosulullah SAW. Dan terkadang memberi mereka hadiah. Namun bila beliau selesai sholat zuhur, beliau tetap duduk di Mas’jid mengajar, dan terkadang menambah ilmu dari para Sahabat Rosululloh SAW yang masih ada.
Akhirnya pada tanggal dua puluh delapan bulan safar tahun lima puluh Hijriyah, Sayyidina Hasan ra pulang kerahmatullah dalam usia empat puluh tujuh tahun dan dimakamkan dipemakaman umum Baqi’.
Bertindak selaku Imam dalam sholat jenazahnya adalah Said bin Ash, Kepala Daerah Madinah.
Mengenai kematian Sayyidina Hasan ra.ini, para ahli sejarah mengatakan, bahwa beliau wafat karena diracun. Ada yang menyebutkan beliau diracun oleh istrinya. Tapi berita ini masih simpang siur.

Peristiwa yang Terjadi di Masa Kekhalifahannya
25 Juni 656, Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi Khalifah.
656 Terjadinya perang Jammal antara Pihak Ali dengan Aisyah, Talhah dan Zubair
657 Qays Ibn Sa'ad menjadi Gubernur Mesir
657 Malik Ibn Al-Harith menjadi Gubernur Mesir
657[1] Saidina Ali memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Kufah
26 Juli 657 Terjadinya Perang Siffin antara Ali dan Muawiyah
28 Juli 657 Perang Sifin berakhir
658 Muhammad ibn Abi Bakr menjadi Gubernur Mesir selama 5 bulan
Februari 658, Terjadi Tahkim pihak Ali dan Muawiyah
658 Ali bin Husain (658-713) dilahirkan. Ia anak dari Husain bin Ali dan cicit dari Muhammad. Ia dikenal oleh Syi'ah dengan julukan Zainal Abidin karena kemuliaan pribadi dan ketakwaannya dan as-Sajjad sebagai tanda "orang yang terus melakukan sujud dalam ibadahnya". Beliau juga dipanggil dengan nama Abu Muhammad, bahkan kadang ditambah dengan Abu al-Hasan
659[2] Penaklukan Mesir oleh Amr bin Ash.
659 Saidina Ali menaklukan kembali Hijaz dan Yaman dari kekuasaaan Muawiyah.
660[3] Perang Nahrawand : Pasukan Ali melawan kaum Khawarij
26 Januari 661[4] Ali bin Abi Thalib ditikam oleh oleh Abdrrahman bin Muljam (kelompok Khawarij) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah,
28 Januari 661 Ali bin Abi Thalib wafat. Beliau dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. Hasan bin Ali dibaiat menjadi khalifah.
[1] 657 Di Roma : Santo Vitalian dari Segni (657-672) menjadi Paus menggantikan Santo Eugene I (654-657)
[2] 659 Di Cina : KeKhaganan Ashina barat dikalahkan oleh dinasti Tang
[3] 660 Di Cina : Kaisar Tang Gao Zong (650-683) terkena stroke dan mengalami kebutaan serta kelumpuhan. Selirnya, Wu Zetian mulai bertindak atas nama suaminya dalam memegang kekuasaan kenegaraan
660 Di Korea : Raja Silla, Raja Muyeol, menundukkan Baekje bersama Jenderal Kim Yushin yang dibantu pasukan dari Dinasti Tang. Anggota kerajaan Baekje melarikan diri ke Jepang.
[4] 661 Di Korea : Silla dan Tang menyerbu Koguryo, namun dapat ditangkis oleh Koguryo
Kaisar Tenji (661-672) menjadi Kaisar Jepan menggantikan Ratu Saimei (655-661)

KHULFAUR RASYIDIN : USMAN BIN AFFAN

USMAN BIN AFFAN (644 - 656)

Profil Singkat
Usman bin Affan dilahirkan di Ta’if pada tahun 579. Beliau merupakan anggota dari Bani Umayyah, salah satu suku Qurais. Ayahnya wafat sewaktu belkiau masih berusia muda ketika dalam perjalanan berdagang diluar negeri dan meninggalkan warisan yang banyak untuknya. Beliau mengikuti jejak ayahnya menjadi saudagar yang sukses dan menjadi salah satu orang terkaya di suku Qurais.
Ketika Nabi Muhammad mendakwahkan Islam, Beliau diajak Abu Bakar untuk memeluk agama baru itu, dan akhirnya menyatakan diri keislamannya di hadapan sang Nabi, sehingga merupakan orang dewasa kedua yang masuk Islam setelah Abu bakar. Peristiwa ini membuat murka keluarga besarnya (Bani Umayah). Istrinya pun meninggalkannya. Nabi Muhammad SAW kemudian menikahkannya dengan putrinya Ruqayyah binti Muhammad.
Di tahun 614 M, Beliau bersama istrinya ikut hijrah ke Abysinia bersama dengan 11 muslimin dan 11 muslimat. Dua tahun kemudian beliau kembali ke Mekah karena mendengar kabar kaum Qurais masuk islam. Ternyata berita itu salah.
Pada tahun 622, Usman bersama istrinya Ruqayyah hijrah ke Madinah. Di Madinah beliau tinggal bersama Abu Talhah bin Tsabit dari Banu Najar. Karena kepiawaiannya berdagang dengan cepat beliau menjadi orang kaya dan tinggal di rumah sendiri dan tidak memerlukan bantuan dari kaum Anshar. Malahan beliau membeli sebuah sumur milik kaum Yahudi dengan harga mahal untuk disumbangkan kepada kaum muslimin.
Ketika pecah perang Badar, beliau tidak ikut serta karena ditugaskan oleh Rasulullah untuk menjaga istrinya yang sedang sakit. Ternyata istrinya mening-gal selama berlangsungnya perang tersebut. Ketika kaum muslimin kembali ke Madinah dari Badar, Ruqayah telah dikuburkan.
Ketika terjadi perang Uhud beliau ikut serta tetapi ketika terdengar berita wafatnya nabi, beliau termasuk kelompok orang yang tercerai berai dan lari. Namun dalam hal ini Allah SWT telah memaafkan mereka.
Setelah Perang Uhud, beliau menikahi putri kedua Nabi Muhammad, Umm Kulsum. Tahun berikutnya, putranya dari Ruqayyah, Abdullah bin Usman wafat. Dan ketika Perang Ahzab terjadi pada tahun 627, Usman ditugaskan didalam kota Madinah.
Ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, sebelumnya Usman bin Affan diutus sebagai duta menemui kaum Quraish guna merundingkan kesediaan kaum quraish untuk mengijinkan Nabi Muhammad dan pengikutnya untuk berumrah disekitar Ka’bah.
Pada tahun 629, beliau ikut dalam perang Khaibar. Dan ketika terjadi penaklukan Mekah beliau meminta amnesti untuk Abdullah bin Sa’ad, saudara sesusuannya. Setelah itu beliau ikut dalam pengepungan Thaif. Ketika nabi Muhammad meluncurkan perang Tabuk, beliau ikut membiayai perang tersebut dengan 1000 dinar dan 1000 unta dan kuda.
Selama kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khatab beliau menjadi salah satu penasihatnya.
Sebelum wafatnya, Khalifah Umar membentuk Dewan Pemilih Khalifah yang terdiri dari Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqaas, Zubair bin Awwam dan Talha bin Ubaidullah. Mereka ditugaskan untuk memilih Khalifah diantara mereka. Akhirnya terpilihlah Usman bin Affan sebagai Khalifah pengganti Umar bin Khatab.
Menjadi khalifah
Hal pertama yang harus diselesaikan Khalifah Usman adalah menye-lesaikan perkara pembunuhan Umar bin Khatab. Ketika Umar terbunuh, ternyata Hormuzan terlibat. Begitu mengetahui keterlibatan Hormuzan, putra Umar yang bernama Ubaidillah main hakim sendiri. Ia kemudian membunuh Hormuzan. Akhirnya dengan kebijaksanaannya, Khalifah Usman menyelesaikan perkara ini dengan membayar diat dari hartanya.
Saat menduduki amanah sebagai khalifah, beliau berusia sekitar 70 tahun. Pada masa pemerintahan beliau, bangsa Arab berada pada posisi permulaan zaman perubahan. Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertum-buhan ekonomi disebabkan aliran kekayaan negeri-negeri Islam ke tanah Arab seiring dengan semakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama. Faktor-faktor ekonomi semakin mudah didapatkan. Sedangkan masyarakat telah mengalami proses transformasi dari kehidupan bersahaja menuju pola hidup masyarakat perkotaan.
Pada mulanya, begitu Khalifah Umar wafat, daerah-daerah Persia, Arme-nia dan Azerbaijan memberontak. Bekas raja Persia Yazdigird III yang berada dipembuangan, berada dibalik pemberontakan ini. Didukung dengan agen-agennya yang sangat aktif dinegeri itu. Tetapi pemberontakan ini berhasil dipadamkan dan pemberontak-pemberontak itu dikejar sampai ke perbatasan Persia sehingga mendapatkan daerah tambahan. Menjelang tahun 30 H, daerah utara dan timur persia termasuk Balkh, Turkistan, Herat, Kabul, Gazni, Khura-san, Tus, Nishapur dan Merv menjadi wilayah kedaulatan islam. Yazdigird yang menyelamatkan diri meninggal dalam pembuangan tahun 32 H.
Begitu juga penyerangan kembali Bizantium atas Mesir dan Syria berhasil dipukul mundur, malahan Mesir yang telah diduduki kembali oleh Bizantium dapat direbut. Pulau Ciprus pun berhasil dikuasai dengan serangan laut.
Usman juga berhasil menyatukan kaum muslimin dalam bacaan dan tuli-san Al-Qur`an yang terpercaya setelah berkembangnya bacaan yang dikhawa-tirkan dapat membingungkan orang. Beliau juga telah memperluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Sejarah juga mencatat, Khalifah Usman mengirim utusan ke China pada tahun 650 M yang dikepalai oleh Sa’ad bin Abi Waqash dan tiba di Chang’an pada tahun 651 melalui rute laut. Menurut catatan Dinasti Tang, utusan itu diterima oleh kaisar Tang Gao Zong, dan menawarkan islam kepada sang kaisar. Tapi tawaran ini ditolak. Meskipun begitu sang utusan diijinkan mendirikan mesjid di Cina. Khalifah Usman juga mengirim duta ke Sri Langka.
Enam tahun pertama masa pemerintahannya, kestabilan dalam negeri terjaga. Kegiatan pembangunan berlanjut. Negara semakin luas. Perang laut yang diperkenalkan mendapat sukses besar. Tetapi enam tahun pemerintahannya yang ke dua, mulai muncul ketidakpuasan terhadap pemerintahan Usman akibat hasutan yang dilakukan seorang tokoh Yahudi Yaman yang baru masuk Islam, Abdullah bin Saba. Sebelumnya Abdullah bin Saba sempat mengunjungi Khali-fah Usman di Madinah, akan tetapi karena merasa sambutan khalifah tidak memuaskan dirinya, timbullah rasa tidak senangnya. Ia merasa tidak dihargai, karena sebelumnya adalah seorang pendeta besar Yahudi yang mendapatkan pernghormatan yang tinggi. Karenanya ia mengunjungi beberapa kota dalam ka-wasan islam dengan berusaha nembangkitkan kemarahan orang kepada Usman. Di Basrah banyak orang awam yang terpengaruh oleh seruannya itu. Ketika diketahui oleh sang Gubernur, Abdullah bin Amir, ia dikeluarkan dari kota. Se-telah itu ia pergi ke Kufa dan meyerukan hal yang sama. Lagi-lagi ia kemudian diusir dari Kufah. Kemudian ia pergi ke Syam, tetapi oleh Mu’awiyah, ia diusir juga. Kemudian ia pergi ke Mesir dan dari sini mulai menyebarkan propagan-danya dan mengirimkan orang kepada pengikut-pengikutnya di Basrah dan Kufah. Ia menyatakan bahwa setiap Nabi memiliki penerima wasiat. Dan Ali adalah Penerima Wasiat Nabi Muhammad, dan sebagaimana Nabi Muham-mad adalah Nabi terakhir maka Ali bin Abi Thalib adalah penerima wasiat terakhir.
Melihat propaganda politik ini, Usman pada musim haji 34 H mengum-pulkan gubernurnya, -Abdullah bin Amir, Muawiyah, Abdullah bin Abi Sarah, Said bin Ash dan Amr bin Ash- untuk bermusyawarah. Akhirnya Usman memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos perbatasan.
Tetapi ketidaksenangan tidak terbendutng lagi. Kaum pemberontak menuduh Usman berlaku nepotisme, karena dalam manajemen pemerin-tahannya, beliau menempatkan beberapa anggota keluarga dekatnya menduduki jabatan publik strategis. Adapun daftar keluarga Utsman dalam pemerintahan yang dimaksud sebagai alasan motif nepotisme tersebut adalah sebagai berikut :
Muawiyah Bin Abu Sufyan yang menjabat sebagai gubernur Syam, Beliau termasuk Shahabat Nabi, keluarga dekat Usman bin Affan.
Abdullah bin Amir, sepupu Usman, diangkat menjadi Gubernur Basrah menggantikan Abu Musa Al Asy’ari.
Walid bin Uqbah, saudara tiri Usman, diangkat menjadi gubernur Kuffah menggantikan Sa’ad bin Abi Waqash. Karena mabuk-mabukan, Ia kemudian digantikan oleh Sa’id bin ‘Ash, sepupu Usman.
Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah, saudara sesusuan Usman, diangkat menjadi gubernur Mesir menggantikan Amr bin Ash.
Marwan Bin Hakam, sepupu sekaligus ipar Utsman, diangkat menjadi sekretaris Negara.
Tetapi Khalifah Usman memiliki alasan tersendiri mengapa ia melakukan hal itu, yaitu :
Mengenai pengangkatan Muawiyah Bin Abu Sufyan sebagai Guberrnur Syam : Sosok Muawiyah dikenal sebagai politisi piawai dan tokoh berpengaruh bagi bangsa Arab yang telah diangkat sebagai Gubernur Syam sejak masa khalifah Umar Bin Khaththab. Muawiyyah tercatat menunjukkan prestasi dan keberhasilan dalam berbagi pertempuran menghadapi tentara Byzantium di front utara. Muawiyah adalah sosok negarawan ulung sekaligus pahlawan Islam pilih tanding pada masa khalifah Umar maupun Utsman. Dengan demikian tuduhan nepotisme Utsman jelas tidak bisa masuk melalui celah Muawiyah tersebut.
Mengenai Gubernur Basrah, Abu Musa Al Asy’ari, diganti oleh Utsman dengan Abdullah bin Amir, sepupu Utsman : Proses pergantian pimpinan tersebut didasarkan atas aspirasi dan kehendak rakyat Basyrah yang menuntut Abu Musa al Asyari meletakkan jabatan. Oleh rakyat Basrah, Abu Musa dianggap terlalu hemat dalam membelanjakan keuangan Negara bagi kepentingan rakyat dan bersikap mengutamakan orang Quraisy dibandingkan penduduk pribumi. Pasca penurunan jabatan Abu Musa, khalifah Utsman menyerahkan sepenuhnya urusan pemilihan pimpinan baru kepada rakyat Basrah. Rakyat Basrah kemudian memilih pimpinan dari golongan mereka sendiri. Namun pilihan rakyat tersebut justru dianggap gagal menjalankan roda pemerintahan dan dinilai tidak cakap oleh rakyat Basrah yang memilihnya sendiri. Maka kemudian secara aklamasi rakyat menye-rahkan urusan pemerintahan kepada khalifah dan meminta beliau menunjuk pimpinan baru bagi wilayah Basrah. Maka kemudian khalifah Utsman menunjuk Abdullah Bin Amir sebagai pimpinan Basrah dan rakyat setempat menerima pimpinan dari khalifah tersebut. Abdullah bin Amir sendiri telah menunjukkan reputasi cukup baik dalam penaklukan beberapa daerah Persia. Dengan demikian nepotisme belum terbukti melalui penunjukan Abdullah Bin Amir tersebut.
Mengenai Gubernur Kufah, Sa’ad Bin Abu Waqqash, diganti dengan Walid Bin ‘Uqbah, saudara tiri Utsman. Lantas Walid ternyata kurang mampu menjalankan syariat Islam dengan baik akibat minum-minuman keras, maka diganti oleh Sa’id Bin ‘Ash (saudara sepupu Utsman). Sa’ad bin Abi Waqash, diberhentikan oleh khalifah Utsman, karena Sa’ad meminjam uang dari kas propinsi tanpa melaporkannya kepada pemerintah pusat. ‘Amil Kufah saat itu, Abdullah Bin Mas’ud, dipanggil sebagai saksi dalam pengadilan atas peristiwa tersebut. Abdullah Bin Mas’ud (keluarga dekat Usman) sendiri akhirnya juga dipecat akibat peristiwa tersebut. Pengganti Sa’ad Bin Abu Waqqash adalah Walid Bin Uqbah (saudara tiri khalifah Utsman). Namun karena Walid memiliki tabiat buruk (suka minum khamr dan berkelakuan kasar), maka khalifah Utsman memecatnya dan menyerahkan pemilihan pimpinan baru kepada kehendak rakyat Kufah. Sebagaimana kasus di Basrah, gubernur pilihan rakyat Kufah tersebut terbukti kurang cakap menjalankan pemerintahan dan hanya bertahan selama beberapa bulan. Atas permintaan rakyat, pemilihan gubernur kembali diserahkan kepada khalifah. Ustman Bin Affan kemudian mengangkat Sa’id Bin ‘Ash, kemenakan Khalid Bin Walid dan saudara sepupu Usman, sebagai gubernur Kuffah, karena dianggap cakap dan berprestasi dalam penaklukan front utara, Azerbaijan. Namun terjadi konflik antara Sa’id dengan masyarakat setempat sehingga khalifah Utsman berpikir ulang terhadap penempatan sepupunya tersebut. Maka kemudian Sa’ad digantikan kedudukannya oleh Abu Musa Al Asy’ari, mantan gubernur Basrah. Namun stabilitas Kufah sukar dikembalikan seperti semula sampai peristiwa tewasnya sang khalifah. Meskipun demikian nepotisme dalam frame makna negative kembali sukar dibuktikan.
Gubernur Mesir, Amr Bin ‘Ash, diganti dengan Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah, yang masih merupakan saudara sesusuan Utsman : Ustman meminta laporan keuangan daerah kepada Amr Bin Ash selaku gubernur dan Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah selaku ‘Amil. Laporan Amil dinilai timpang sedangkan Amr dianggap telah gagal melakukan pemungutan Pajak. Padahal negara sedang membutuhkan pendanaan bagi pembangunan armada laut guna menghadapi serangan Byzantium. Khalifah Utsman tetap menghendaki Amr Bin Ash menjadi gubernur Mesir sekaligus diberi jabatan baru sebagai panglima perang. Namun Amr menolak perintah khalifah tersebut dengan kata-kata yang kurang berkenan di hati sang khalifah. Maka kemudian Amr Bin Ash dipecat dari jabatannya. Sedangkan Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah diangkat menggantikannya sebagai gubernur. Namun kebijakan gubernur baru tersebut dalam bidang agraria kurang disukai rakyat sehingga menuai protes terhadap khalifah Utsman. Dari peristiwa inilah akhirnya muncul isu nepotisme dalam pemerintahan Usman. Isu yang beredar dari Mesir ini pada akhirnya menyebabkan khalifah terbunuh
Mengenai Marwan Bin Hakam, sepupu sekaligus ipar Utsman, diangkat menjadi sekretaris Negara : Marwan Bin Hakam sendiri adalah tokoh yang memiliki integritas sebagai pejabat Negara disamping dia sendiri adalah ahli tata negara yang cukup disegani, bijaksana, ahli bacaan Al Quran, periwayat hadits, dan diakui kepiawaiannya dalam banyak hal serta berjasa menetapkan alat takaran atau timbangan. Di samping itu Utsman dan Marwan dikenal sebagai sosok yang hidup bersahaja dan jauh dari kemewahan serta tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian pemilihan Marwan Bin Hakam adalah keharusan dan kebutuhan negara yang memang harus terjadi serta bukan semata-mata atas motif nepotisme dalam kerangka makna negatif
Akhirnya pada bulan Rajab 35 H, sebuah delegasi besar terdiri orang arab mesir datang ke Madinah. Mereka menyurati pengikut meraka di beberapa kota untuk datang ke madinah. Mereka pura-pura menanyakan beberapa masalah kepada Usman. Usman mengutus 2 orang untuk menemui meraka.
Selanjutnya di Mesjid Nabawi, Usman menjelaskan hal-hal yang dituduhkan kaum pemberontak.Mendengar penjelasan ini orang-orang pun puas.
Orang-orang dari Mesir kemudian pulang. Tetapi tak lama kemudian pada Syawal tahun itu juga kembali lagi bersamaan dengan kelompok dari Kufah dan Basrah. Orang Mesir dipimpin oleh Ghafiqi bin Harb. Abdullah Ibn Saba sendiri ikut serta sebagai penasehat pemimpin mereka. Orang Kufah dipimpin oleh Ashtar Nakh'i sedangkan Basrah di pimpin Hakim bin Jabala. Mereka datang dengan alasan naik haji. Semua kontingen bertemu di pinggiran kota Madinah. Orang Mesir berkemah di Dhil Marwah. Basrah berkemah di Dukhshab, sedangkan orang Kufah berkemah di Ahwas. Mereka mengirim wakilnya mene-mui Ali, Talhah dan Zubair. Orang mesir mengusulkan akan membaiat Ali, oleh Ali ditolak dan meminta mereka pulang saja. Delegasi Basrah menawarkan kepada Tallhah, dan ditolak. Begitu juga orang Kufah menawarkan hal yang sama kepada Zubair dan juga ditolak.
Para pemberontak kemudian bergerak ke Madinah. Tatkala mereka hampir memasuki Madinah, Usman mengutus Ali untuk menemui mereka. Imam Ali menemui mereka dan membantah segala pemikiran mereka yang menyimpang, termasuk tentang pengkultusan atas dirinya. Mereka menyesali diri seraya berkata, “Orang inikah yang kalian jadikan alasan untuk memerangi dan memprotes Khalifah?” Kemudian mereka kembali dengan membawa kegagalan.
Tapi tak lama kemudian kembali lagi. Penduduk Madinah dikejutkan oleh kaum pemberontak yang bertakbir disegala penjuru. Kemudian mereka menge-pung rumah Usman dan mengumumkan, bahwa barang siapa mengangkat tangan akan di jamin keselamatannya.
Baik Ali, Talhah dan Zubair menanyakan apa sebab mereka kembali. Orang mesir menjawab dengan mengatakan kepada Ali : Kami telah mene-mukan surat yang dibawa seorang kurir menyebutkan bahwa kami akan dibunuh. Jawaban orang Kufah dan Basrah pun sama.
Khalifah dengan keras membantah mengetahui adanya surat itu. Para pemberontak kemudian menerima pernyataan khalifah, tetapi kemudian menu-duh Marwan bin Hakam sebagai orang yang bertanggung jawab atas pemalsuan surat tersebut. Lalu mereka meminta Usman agar menyerahkan Marwan kepada mereka. Tetapi Usman tidak bersedia melakukannya sebelum ada bukti yang pasti tentang perbuatannya. Para pemberontak tidak dapat menjawab dengan memuaskan pertanyaan Ali, “Bagaimana mereka kembali bersama-sama pada waktu yang bersamaan, sedangkan arah mereka berlawanan?” Ali lalu mengang-gap surat itu palsu. Khalifah Usman kemudian berpidato, “Adapun perkara maut, aku tidak takut, dan soal matiku hal yang mudah. Soal bertempur, kalau aku menginginkannya, ribuan orang akan datang mendampingiku berjuang. Tapi aku tidak mau menjadi penyebab tertumpahnya darah, walau setetespun, darah kaum muslimin.”
Kendati kaum pemberontak berada di Madinah. Usman tetap ke Mesjid dan mengimami sholat seperti biasa. Tapi 30 hari kemudian, pemberontak meng-halanginya ke Mesjid. Gafiki bin Harb al Akki ditunjuk sebagai imam yang diterima pemberontak itu.
Dan ketika para sahabat menyaksikan kebengisan orang-orang yang mengepung beliau dan merekapun mengkhawatirkan diri Utsman RA, maka sekelompok dari mereka mendatangi beliau serta menawarkan untuk membela beliau, namun Usman menolak tawaran tersebut. Kemudian mereka mendatangi beliau untuk kedua kalinya dan menawarkan kembali dengan lebih bersemangat lagi, namun beliau tetap menolaknya dengan sangat. Dan ketika para sahabat melihat perkara tersebut sudah amat membahayakan, mereka bersiap-siap untuk berperang demi membela beliau. Sebagian mereka masuk ke rumah Utsman, akan tetapi beliau telah bertekad untuk tidak mengadakan perlawanan sama sekali, sehingga hal ini mencegah mereka untuk merealisasikan keinginan mereka yang mendalam untuk membela beliau.
Rumah Khalifah Usman dikepung ketat. Mereka menuntut untuk memecat pejabatnya atau turun dari kekhalifahan atau mati. Usman menolak tuntutan itu. Dalam pada itu Usman sendiri tidak mengira diantara kaum muslim ada yang berniat akan membunuh khalifahnya sendiri.
Pengepungan terhadap rumah Usman berlangsung lama dan mereka memperlakukannya dengan tidak baik. Ia dilarang keluar untuk sholat di mesjid nabi dan dijauhkan dari air. Usman kemudian mengutus orang kepada para sahabat nabi dan Ummul mukminin dengan permintaan diberi air yang sangat ia perlukan. Ali segera memenuhi permintaan itu.
Pengepungan berlanjut hingga pagi hari jumat, yang bertepatan dengan 18 Zulhjjah 35 H. Saat itu, karena musim Haji, banyak penduduk Madinah pergi ke Mekah untuk beribadah Haji. Di kediamannya, Utsman sedang duduk bersama para sahabat yang berjumlah banyak sekali dan selain mereka yang ingin membela dan melindungi beliau dari kebengisan para pemberontak tersebut. Usman kemudian memeritahkan mereka untuk keluar dari rumah dan melarang mereka untuk membelanya, namun mereka tetap berkeinginan membela beliau. Akhirnyai, beliau dapat menjadikan mereka menerima perintah beliau, sehingga mereka semua keluar dari rumah dan membiarkan beliau sendiri dengan para pemberontak itu. Tidak ada yang tersisa dirumah melainkan Usman dan keluar-ganya saja. Budaknya sendiri sudah dibebaskan. Tidak ada lagi seorang pun yang menjaga Utsman didalam rumah itu. Sedangkan dipintu depan berjaga Ha-san dan Husein putra Ali bin Abi Thalib. Hal ini dimanfaatkan oleh pembe-rontak, Mereka menyerang rumah Khalifah. Mereka tidak berani masuk melalui pintu gerbang karena dijaga oleh Hasan dan Husein, putra Ali bin Abi Thalib dan juga para sahabat. Mereka memanjat dinding rumah bagian belakang dan membunuh Khalifah Usman yang saat itu sedang membaca Alquran. Khalifah berpulang dengan sangat tenang, sementara jari istrinya ikut terpotong ketika membela sang Khalifah. Ketika mendengar ini Ali datang dengan wajah marah dan memarahi kedua anaknya karena gagal melindungi Khalifah Usman.
Pada mulanya kaum pemberontak tidak membolehkan pemakaman jenazah usman selama 3 hari. Imam Ali kemudian menengahi masalah ini. Jenazah Usman kemudian dimakamkan dengan dihadiri Marwan bin Hakam, Jubair bin Mut’im, Hakim bin Hizqam

Peristiwa yang Terjadi di Masa Kekhalifahannya
644, Usman Bin Affan menjadi Khalifah
645, Usman mengangkat Sa’ad bin Abi Waqqash menjadi gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu’bah.
645[1] Yazid bin Muawiyah dilahirkan. (645-683)
Januari 646, Pasukan Bizantium dibawah pimpinan Manuel merebut kota Alexandria, Mesir. Saat itu Amr bin Ash berada di Mekah.
Februari 646, Amr bin Ash dipanggil Khalifah Usman untuk merebut kembali Alexandria dari Pasukan Bizantium.
Maret 646, Pada Pertempuran Nikou di daerah antara Fustat-Alexandria, Pasukan Amr bin Ash berhasil mengalahkan pasukan Bizantium. Pasukan Bi-zantium lari ke Alexandria.
April 646, Pasukan Muslim mengepung kota Alexandria.
Juni 646[2], Kota Alexandria berhasil direbut Amr bin Ash. Amr bin Ash memerintahkan penghancuran benteng kota tersebut.
Juli 646 Pasukan Bzantium dengan kekuatan 80,000 orang menyerang syria. Gubernur Syria, Muawiyah bin Abi Sofyan hanya memiliki 10 ribu ten-tara. Oleh karena itu ia minta bantuan dari Khalifah. Khalifah mengirimkan kontigen dari Kufa dibawah pimpinan Salman bin Rabia. Kontingen Syria dibawah pimpinan Habib bin Maslamah dan kontingen Kufa berhasil mengalah-kan pasukan Bizantium.
Agustus 646 Daerah Armenia memberontak. Habib bin Maslamah ditunjuk memadamkan pemberontakan. Habib mememasuki Armenia dan menaklukan Tiflis. Setelah itu bergerak ke Laut Mati dan seluruh Armenia di taklukan Sementara itu, Pasukan Muslim dibawah pimpinan Salman menaklukan distrik Sharwan dan Jabal.
September 646, Setelah menaklukan kembali Armenia, Pasukan muslim bergerak ke Asia Kecil. Pasukan Bizantium mengosongkan semua benteng diantara Antiokia dan Tarsus dan benteng ini kemudian dikuasai pasukan Muslim. Dengan demikian perbatasan terluar muslim-bizantium adalah Tarsus
Oktober 646, Usman memecat Sa’ad bin Abi Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan digantikan oleh Walid bin Uqbah, seorang shahabat dan saudara seibu dengan Usman.
November 646 Usman menurunkan Amr bin ‘Ash(640-646) dari jabatan gubernur Mesir dan diganti dengan Abdullah bin Sa’ad(646-656).
Agustus 647, Utsman memperluas Masjidil Haram.
September 647 Muawiyah mengirim ekspedisi ke Anatolia. Mereka berhasil masuk ke Cappadocia dan menyerang Caesarea Mazaca
Oktober 647 Abdullah bin Saad mengirim pasukan kebarat dan berhasil mendapatkan rampasan perang yang banyak. Hal ini membuatnya merencanakan menaklukan afrika utara. Ia kirim surat kepada Khalifah untuk minta ijin menaklukannya.
November 647, Dalam rapat Majelis Syura yang diselenggarakan Khalifah Usman, Diputuskan untuk menyetujui usul Abdullah bin Saad dan mengirim pasukan bantuan ke Mesir
Desember 647, 10 ribu pasukan dari Madinah dikirim ke Mesir dibawah pimpinan Harith b Al Hakam. Dalam pasukan itu terdapat Ma'bad b Abbas; Abdul Rahman b Abu Bakr; Abdullah b Umar; Ubaidullah bin Umar; Abdullah b Zubair; Abdullah bin 'Amr Al 'Aas dan Marwan bin Al Hakam.
03 Januari 648 Pasukan Muslim berkumpul di Barqa, Cyrenica dan dari sini bergerak ke Tripoli dan mulai mengepung kota tersebut.
15 Januari 648, Kota Tripoli dberhasil diduduki.
01 Februari 648, Dari Tripoli pasukan muslim bergerak ke Subetula, ibu kota raja Gregory. Jumlah pasukan muslim adalah 30 ribu orang sedangkan musuhnya 2 kali lipat. Terjadi pertempuran di luar kota Subetula. Pasukan ini dipimpin Uqbah bin Nafi
07 Feburari 648, Berkat taktik Abdullah bin Zubair, Pasukan Raja Gregory berhasil dikalahkan. Raja Gregory sendiri terbunuh oleh Abdullah bin Zubair. Rakyat afrika utara menyerah dan bersedia membayar Jizyah.
Maret 648, Pasukan Muslim menyerang daerah Phrygia
Mei 648, Pasukan Muslim menaklukan daerah pantai Andalusia.
Juni 648, Provinsi Fars di Persia memberontak. Khalifah Usman menun-juk Abdullah bin Amir, Gubernur Basrah, untuk memadamkannya.
Juli 648, Abdullah bin Amir bergerak dengan kekuatan besar ke kota Persepolis dan kota tersebut akhirnya menyerah dan bersedia membayar Jizyah.
Agustus 648, Dari Persepolis, Abdullah bin Amir bergerak ke kota Al jbard, dimana dengan perlawanan sengit pasukan muslim berhasil menaklukan kota dan penduduknya bersedia membayar Jizyah.
September 648, Pasukan Muslim bergerak ke Jor dan mendapatkan perla-wanan dari penduduk persia tetapi bisa dikalahkan dan kota ditaklukan dan penduduk bersedia membayar Jizyah.
Oktober 648, Ketika pasukan masih di Jor, Penduduk Persepolis membe-rontak lagi, sehuingga Abdullah bin Amir kembali ke Persepolis dan mengepung kota. Setelah pertarungan sengit, pasukan muslim menaklukan kota ini lagi. Semua pemimpin Persia yang terlibat pemberontakan ini di eksekusi. Dengan demikian pasukan muslim kembali menguasai Fars.
Januari 649 Propinsi Sistan di Persia memberontak. Khalifah Usman memerintahkan gubernur Basrah, Abdullah ibn Amir untuk menaklukan kem-bali provinsi Sistan. Sepasukan dikirim ke Sistan dibawah pimpinan Rabiah ibn Ziyad. Pertempuran pecah di Zaliq,. Zaliq berhasil dikalahkan dan menyerah
Februari 649 Rabiah bin Ziyad bergerak Qarquqya, 5 mil dari Zaliq dan dikuasai tanpa perlawanan.. Setelah itu bergerak ke Zaranj (sekarang Afganis-tan), Setelah pengepungan panjang, kota Zaranj akhirnya menyerah dan bersedia membayar Jizyah.
Maret 649, Pasukan Muslim bergerak masuk jauh ke Afganistan dan menaklukan kota Qarbatian setelah pertarungan sengit.
April 649 Rabiah bin Ziyad kembali Zaranj dengan rampasan perang yang besar dan tawanan. Ia menjabat Gubernur Sistan selama 2 tahun.
Mei 649 Propinsi Tabaristan memberontak. Usman menunjuk Said ibn Al Aas, gubernur Kufa, untuk memadamkannya,. Said ibn Al Aas memimpin 80,000 pasukan ke Tabaristan dibawah komandonya. Didalamnya terdapat `Abdullah ibn `Abbas, `Abdullah ibn `Umar dan Abdullah ibn al-Zubayr.
Juni 649 Pasukan muslim mencapai Qom, yang kemudian menyerah dan kemudian bergerak ke Tamlisa, pesisir pantai. Setelah pertempuran sengit, pasukan muslim berhasil menaklukan kota tersebut.
Juli 649, Pasukan Muslim bergerak ke propinsi Gilan dan bagian lain Tabaristan, dan menaklukan tempat-tempat lain yang belum ditaklukan semasa kekhalifahan Umar. Setelah menaklukan Tabaristan, Said berencana menaklukan Khurasan, tetapi ternyata Abdullah bin Amir telah berada di Khurasan. Oleh karena itu ia kembali ke Kufa.
649[3] Azerbaijan dan Dagestan memberontak ektika Gurbernur Kufah, Walid bin Uqbah memanggil Utba bin Farqad, gubernur Azerbaijan. Usman mememerintahkan Walid bin Uqbah menumpasnya. Walid meluncurkan dua kontingen pasukan, satu dari Armenia dan yang lainnya dari Kufa. Akhirnya pemberontakan berhasil ditumpas dan penduduk bersedia membayar jizyah sebesar 800 ribu dirham. Ashat bin Qais ditunjuk sebagai gubernur Azerbaijan.
649, Mu`awiyah melancarkan serangan ke pulau Syprus dengan membawa pasukannya menyebrangi lautan. Pulau itu berhasil diduduki dari penguasaan Bizantium dan penduduknya bersedia membayar Jizyah 7000 dinar pertahun
649 Setelah Siprus, Angkatan Laut muslim menduduki pulau Kreta dan Rodesia tanpa perlawanan yang berarti.
650[4] Usman memperluas Masjid Nabawi.
650 Makran memberontak. Khalifah Usman mengirim pangglimanya Ubaidullah ibn Ma’ mar Tamini, untuk menaklukan kembali Makran. Tempat itu berhasil ditaklukan Ubaidullah ibn Ma’mar menjadi gubernur pertama Makran. Tetapi kemudian ia dperintahkan menjadi gubernur daerah lain. Ia digantikan oleh Umair ibn Usman ibn Said, dan kemudian oleh Said ibn Qandir Qarshi, sampai wafatnya khalifah Usman
650 Pasukan Muslim menyerang Cilicia dan Isauria di Anatolia sehingga memaksa kaisar Bizantium, Constan II bernegosiasi dengan Muawiyah. Perjanjian ditandatangani yang menyebabkan Constan II dapat mempertahankan bagian barat Armenia.
651 Penghimpunan Alquran oleh Zaid bin Tsabit
651 Khurasan memberontak, Usman mengirim Abdullah ibn Amir, gubernur Basrah untuk menaklukan kembali Khurasan. Abdullah ibn Aamir bergerak dengan pasukan besar dari Basrah ke Khurasan. Setelah menaklukan benteng utama di Khurasan, ia mengirim beberapa pasukan ke berbagai tempat di Khurasan. Kota Bayak berhasil di taklukan tetapi pangglima muslimnya gu-gur dalam pertempuran. Setelah Bayak, bergerak ke Tabisan, yang kemudian dikuasai dengan perlawanan kecil. Kemudian setelah pengepungan yang pan-jang, pasukan menaklukan Nishapur. Dari sana menaklukan kota-kota kecil di Khurasan. Setelah mengkonsolidasi posisi di Khurasan, mereka bergerak ke Herat di Afganistan yang menyerah dengan damai. Setelah itu bergerak ke Merv dan kota tersebut menyerah bersama kota-kota lainnya kecuali kota Sang yang ditaklukan dengan kekerasan. Kampanye ini berakhir dengan ditaklukannya Balkh pada tahun 654.
651 Pasukan Angkatan Laut Muslim berhasil mengalahkan angkatan laut Bizantium dalam perang laut disekitar pantai Mesir. Romawi menyerbu mesir dengan mengerahkan 500 kapal. Gubernur mesir menghadapinya dengan armada yang kecil. Dia mengikatkan satu kapal dengan kapal lainnya, dan dengan perang jarak dekat armada romawi dapat dikalahkan
651 Duta Khalifah Usman yang dikepalai oleh Sa’ad bin Abi Waqash tiba di Chang’an melalui rute laut
651 Seorang pendeta Yahudi dari Yaman bernama Abdullah bin Saba ma-suk islam dan datang ke Madinah menemui Khalifah Usman bin Affan. Ternyata sambutan sang Khalifah tidak memuaskannya, sehingga Ia merasa tidak dihar-gai. Oleh karena itu ia menyebarkan pemikiran menyimpang di berbagai kota seperti Basrah, Kufa dan Fustat dan menghasut masyarakat untuk menentang Usman, dan mengkultuskan Ali bin Abi Thalib yang dianggap lebih berhak atas kekhalifahan.
April 651 Rabiah bin Ziyad kembali ke Basrah, Penggantinya di Sistan memberontak lagi. Malah mereka berhasil mengusir pengganti Rabiah.
Mei 651, Abdullah ibn Amir menugaskan Abdurrahman ibn Sumrah untuk memimpin pasukan ke Sistan. Abdurrahman ibn Sumrah bergerak ke Zaranj dan mengepung kota itu lagi. Akhirnya menyerah dan bersedia membayar Jizyah sebanyak 20 juta dirham dan juga mempersembahkan 100 ribu budak.
Juni 651 Dari Zaranj, pasukan Muslim bergerak ke dalam Afganistan dan menaklukan kota – kota Helmand
Juli 651 Pasukan Muslim bergerak ke kota Zor dan menaklukannya
Agustus 651 Abdurrahman ibn Sumrah bergerak ke utara melewati pegunungan Hindu Kush dan menaklukan Ghazni dan Kabul
September 651 Abdurrahman ibn Sumrah kembali ke Zaranj dan tetap sebagai gubernur sampai akhir kekhalifahan Usman
652 Abdullah bin Saad meluncurkan serangan ke Nubia. Ibu kotanya, Dongala, dikepung. Namun seperti 10 tahun yang lalu, pasukan panah Nubia menyulitkan kaum muslim. Sehingga terjadilah penjanjian perdamaian yang disepakati dimana pihak Nubia setuju setiap tahun menyerahkan 360 budak ke Mesir dan Mesir menyediakan gandum untuk mereka.
652 Angkatan Laut Muslim meluncurkan pendudukan terhadap Pulau Sisilia. Kampanye ini berlangsung sammpai tahun 654.
652 Terjadi ketidak puasan terhadap pemerintahan Usman
652 Wafatnya Abbas bin Abdul Muthalib & Abdurrahman bin Auf wafat.
652, Baluchistan ditaklukan kembali selama kampanye penumpasan di Kerman di bawah komando Majasha ibn Mas’ud. Sebelumnya bagian barat Baluchistan langsung berada dibawah kekuasaan hukum khalifah dan membayar Jizyah. Dihari itu bagian barat Bauchistan masuk dalam wilayah Kerman
653[5] Abu Darda’ dan Abdullah bin Mas’ud meninggal
11 Juli 653, Abuzar Gifari meninggal.
654, Abdurrahman ibn Samrah diangkat sebagai gubernur Sistan dan sebuah pasukan dikirim dibawah komandonya untuk memadamkan pembe-rontakan di Zarang. Setelah penaklukan Zarang, sebuah pasukan dikirim ke utara untuk menaklukan area Kabul dan Ghazni di pegu-nungan Hindukush. Disaat yang sama pasukan lain bergerak menuju distrik Quetta di barat laut Baluchistan dan menaklukan kota kuno Dawar dan Qandabil (Bolan)
654, Seluruh propinsi Baluchistan dibawah kekuasaan islam, kecuali kota QaiQan, yang ditaklukan pada masa Ali. Abdurahman ibn Samrah menjadikan Zaranj sebagai ibukota provinsinya dan menjadi gubernur dari 654-656
654[6] Sebahagian besar pulau Sicilia berhasil diduduki armada laut muslim.
654 Dari Khurasan, Abdullah bin Amir menyebrangi sungai Oxus dan menyerang Uzbekistan di selatan Transoxiana. Hasilnya bagian selatan Transo-xiana jatuh kedalam kekuasaan muslim
654 Usman mengirim Hasim bin Jabla Abdi umtuk menyelidiki daerah Hind. Setelah mendapat laporan, Khalifah Usman memutuskan untuk tidak menginvasi Hind dan melarang pasukannya melintasi sungai Indus
654, Usman memanggil 12 gubernurnya ke Madinah membicarakan berbagai isu. Hasilnya Usman mengirim agennya, Muhammad ibn Maslamah ke Kufa; Usama bin Zaid ke Basrah; Ammar bin Yasir ke Mesir, sedangkan Abdullah ibn `Umar dikirim ke Syria. Hasilnya mereka melaporkan penduduk puas atas pemerintahannya.
Desember 654 Atas perintah Khalifah Usman, sebuah ekpedisi penye-rangan Konstantinopel sedang dipersiapkan. Tetapi eskpedisi ini tidak jadi dilakukan karena terjadinya perang saudara pada tahun 656.
655 Kaisar Bizantium, Constantin II memimpin armada laut menyerang angkatan laut msulim di Phoinike (Lycia), tetapi berhasil dikalahkan. 500 kapal bizantium dihancurkan dalam pertempuran itu. Dan Kaisar sendiri terbunuh.
655[7], Khalifah Usman memerintahkan orang yang tidak puas atas pemerintahannya berkumpul di Mekah pada waktu naik haji.. Ia berjanji memperbaiki ketidak puasan tersebut. Ia memerintahkan para gubernurnya dan amil datang ke Mekah pada waktu haji.. Sebagai respon, sejumlah besar oposisi datang dari berbagai kota untuk menyampaikan ketidakpuasannya sebelum ibadah haji dimulai. Usman menjelaskan kebijakannya kepada publik.
Juni 655 Suasana kekhalifahan kembali tenang
Januari 656 Suasana Madinah menjadi tidak tenang dan penuh intrik. Muhammad ibn Abi Bakr kembali ke Madinah dari Mesir dan memimpin kampanye melawan Khalifah Usman
Maret 656 Ketika Krisis makin dalam di Madinah. Usman mengadakan kongres di Mesjid Nabawi memberikan penjeladan dan membantah tuduhan. Publik sekali lagi puas.
April 656 Para oposisi Mesir meluncurkan propaganda melawan Usman. Usman memanggil Abdullah ibn Saad, gubernur Mesir ke Madinah untuk berkonsultasi dengannya tentang masalah itu.. Abdullah ibn Saad datang ke Madinah, dan meninggalkan tugas kepada wakilnya. Kepergiannya membuat, Muhammad bin Abi Hudhaifa melakukan kudeta di Mesir. Mendengar pemberontakan di Mesir, Abdullah segera kembali ke Mesir tetapi Usman tidak mengijinkannya menggunakan kekuatan militer sehingga, Abdullah ibn Saad gagal memperoleh kekuasaannya kembali. Iapun mundur ke Ramalah, dan wafat disana 2 tahun kemudian.
April 656 Dari Mesir, sejumlah 1000 orang dikirim ke Madinah dengan perintah membunuh Usman dan mengkudeta pemerintah. Begitu juga dari Kufah dan Basrah. Mereka mengirim wakil mereka menghubungi pemuka-pemuka publik. Mereka menuntut pengunduran diri Khalifah Usman. Karena Usman menolak, maka Kaum pemberontak mulai mengepung rumah Usman. Usman melarang pendukungnya untuk melawan. Beliau tidak mau ada darah muslimin yang tertumpah karenanya.
Mei 656 Gubernur Kufa, Abu-Musa al-Asha'ari, tidak dapat mengontrol provinsinya. Di Basra, Gubernur Abdullah ibn Amir, pergi naik haji sehingga absennya menyebabkan wilayahnya goncang.17 Juni 656 Khalifah Usman bin Affan terbunuh.
[1] 645 : Di Jepang : Kaisar Kōtoku(645-654) menjadi Kaisar Jepang menggantikan Ratu Kōgyoku (641-645). Ia memperkuat kekuasaan Kaisar atas keluarga-keluarga bangsawan, sehingga terjadi Reformasi Taika.
[2] 646 Di Afrika Utara: Dengan mundurnya Byzantium dari Mesir, Afrika Utara mendeklarasikan kemerdekaannya dibawah Raja Gregory. Wilayahnya meliputi perbatasan Mesir hingga Maroko
[3] Di Roma : Santo Martin I dari Todi (649-655) menjadi Paus menggantikan Theodore I (642-649). Martir. Dalam pengasingan sejak 17 Juni 653
[4] Di Cina : Li Zhi menjadi Kaisar Tang dengan gelar Tang Gao Zong (650-683) menggantikan Kaisar Tang Tai Zhong (626-649) Ditahun inilah, Kekuasaan Dinasti Tang meluas berbatasan dengan Afghanistan disebelah barat, Siberia disebelah utara, Korea disebelah timur dan Vietnam disebelah selatan, dan mencapai masa keemasannya. Dan berkembanglah ilmu acupuncture
[5] 17 Juni 653 Paus Santo Martin I dari Todi diasingkan
[6] 654 Di Roma Santo Eugene I dari Roma (654-657) menjadi Paus. Santo Eugene I diangkat menjadi Paus ketika Paus Santo Martin I (649-655) dalam pengasingan. Santo Martin I dipercaya mendukungnya .
[7] 24 November 654 Di Jepang, Kaisar Kōtoku meninggal. Ia digantikan Ratu Saimei (655-661) yang sebelumnya telah bertahta dengan gelar Ratu Kōgyoku (642-645)